Analisis: Proposal Trump Didesain tak Sesuai Kehendak Rakyat Palestina dan Singkirkan Arab

3 hours ago 6

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai, rencana untuk mengakhiri perang di Gaza berisi 20 poin yang diajukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump didesain tidak sesuai dengan kehendak masyarakat Palestina. Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Nostalgiawan Wahyudi, Selasa (7/10/2025), membedah sejumlah poin yang disebutnya tidak sesuai dengan proposal yang telah disepakati bersama-sama dengan negara-negara Arab dan Islam saat bertemu Presiden Trump.

“Pembuatan plan ini tidak mengakuisisi, tidak menerima, tidak melibatkan masyarakat Palestina dan aspirasi masyarakat Palestina itu sendiri. Sehingga ini didesain dari luar tanpa sesuai dengan kehendak masyarakat Palestina,” papar Nostalgiawan.

Peneliti BRIN itu menyoroti penarikan pasukan Israel. Sebagaimana tercantum dalam rencana Trump, penarikan pasukan Israel dilakukan secara bertahap.

Namun, pada saat yang sama, dilakukan pelucutan senjata Hamas sebanyak 100 persen, serta penghancuran terowongan-terowongan yang menjadi tempat perlindungan Hamas dan tempat memproduksi senjata. Kemudian, rencana itu juga menghapus pengakuan Qatar sebagai mediator perdamaian di Gaza yang menyebabkan negara-negara Arab disingkirkan sepenuhnya dari upaya tersebut dan digantikan oleh Trump.

“Ketika pemerintahan Gaza itu sudah kosong, jadi mereka nanti dikeluarkan, dalam statuta awal, negara-negara Timur Tengah dan Amerika menjadi pihak yang akan berkolaborasi untuk memimpin Gaza. Namun oleh Netanyahu dicatut. Jadi pihak yang menjadi pemimpin dari Gaza itu adalah Tony Blair (Mantan PM Inggris) dan juga Trump,” ucap Nostalgiawan.

Nostalgiawan juga membahas penghapusan kata deradikalisasi yang diganti dengan penyelarasan pola pikir dan narasi, termasuk penghapusan tentang istilah warga-warga Palestina yang diganti menjadi penduduk Gaza.

Lebih lanjut, dirinya menilai, rencana Trump tersebut tidak menjamin kemerdekaan Palestina. kKarena disebutkan bahwa pembentukan negara Palestina akan diberikan secara bertahap jika kondisi terakhir di wilayah yang diduduki Israel itu dinilai telah cocok untuk menjadi sebuah negara.

Mengutip berbagai kejanggalan dalam rencana Trump untuk mengakhiri perang di Gaza tersebut, Nostalgiawan, menyimpulkan bahwa rencana tersebut hanya semacam manipulasi untuk mengalihkan dunia dari narasi untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara.

“Kita juga bisa melihat bahwa upaya-upaya ini sebetulnya tidak lebih dari cara Amerika dan Israel sedikit bergeser dari arus utama pengakuan negara Palestina atau kemerdekaan Palestina yang dilakukan di PBB. Jadi hanya semacam untuk memanipulasi atau membendung narasi-narasi yang selama ini menjadi arus kuat,” ujar dia.

sumber : Antara, Anadolu

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |