Bagaimana Bakteri Salmonella Menyerang Tubuh?

5 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Jika seseorang merasakan sakit perut setelah makan, ada kemungkinan besar makanan yang dikonsumsi telah terkontaminasi bakteri Salmonella. Food Standards Scotland melaporkan Salmonella merupakan penyebab keracunan makanan kedua yang paling umum setelah Campylobacter.

Bakteri ini pertama kali ditemukan pada 1885 oleh ilmuwan asal Amerika Serikat, Daniel E. Salmon. Salmon berhasil mengisolasi bakteri tersebut dari usus babi yang menderita penyakit kolera babi (hog cholera).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bakteri Salmonella merupakan jenis bakteri yang kerap ditemukan pada makanan maupun benda-benda tertentu dan bisa menyebabkan penyakit jika menginfeksi manusia. Hal ini disebabkan oleh kemampuan bakteri tersebut untuk berpindah dengan cepat dari satu media ke media lain.

Penularannya juga dapat terjadi melalui air liur, yang mana segala sesuatu yang telah bersentuhan dengan mulut atau air liur seseorang berpotensi menjadi sarana penyebaran bakteri Salmonella.

Sejak pertama kali diidentifikasi, bakteri Salmonella telah diketahui sebagai penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan selama sekitar 125 tahun. Penyakit yang ditimbulkan akibat mengonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri ini dikenal dengan nama salmonellosis.

Bakteri Salmonella umumnya hidup di dalam tubuh hewan seperti ayam, sapi, babi, reptil, serta di usus manusia, dan dikeluarkan melalui tinja. Penularannya bisa terjadi lewat konsumsi makanan yang telah tercemar, kontak dengan lingkungan terinfeksi, atau melalui hewan pembawa bakteri.

Bahan pangan seperti daging sapi atau unggas mentah, telur, dan produk susu berpotensi mengandung bakteri ini. Produk segar seperti buah, sayur, atau salad juga bisa terkontaminasi akibat paparan kotoran hewan maupun manusia.

Dilansir dari Medicine Net, infeksi Salmonella dapat memicu gejala seperti diare, kram perut, mual, muntah, dan demam, yang umumnya muncul dalam 12 hingga 72 jam setelah paparan dan bisa berlangsung selama 4 sampai 7 hari tanpa pengobatan.

Namun, bagi mereka yang mengalami gejala berat atau berkepanjangan, penting untuk segera mencari bantuan medis. Kelompok rentan seperti anak-anak di bawah usia lima tahun, lansia, dan individu dengan imunitas lemah memiliki risiko lebih tinggi mengalami komplikasi serius.

Untuk mencegah infeksi, sangat dianjurkan menjaga kebersihan saat menyiapkan makanan, terutama daging mentah, mencuci tangan dengan saksama sebelum makan, dan memastikan makanan matang disajikan di permukaan yang bersih agar terhindar dari kontaminasi ulang.

Bagaimana Salmonella Menyerang Tubuh?

Ketika masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman, bakteri Salmonella menyerang dan merusak sel-sel yang melapisi usus. Kerusakan ini menyebabkan tubuh sulit menyerap air, yang kemudian berujung pada diare. Gejala lain seperti kram perut dan demam muncul sebagai respons alami tubuh untuk melawan infeksi.

Meskipun diare adalah gejala utama, muntah tidak selalu terjadi. Beberapa penderita juga dapat mengalami tinja berdarah, yang menjadi tanda bahwa infeksi telah merusak jaringan usus secara signifikan. Dalam kasus yang jarang, beberapa jenis Salmonella dapat menyebabkan demam tifoid, penyakit serius yang lebih umum di negara berkembang.

Cara paling efektif untuk mencegah infeksi salmonellosis adalah dengan menjaga kebersihan makanan dan tangan. Beberapa langkah pencegahan yang disarankan antara lain memasak makanan hingga benar-benar matang, mencuci tangan setelah menyentuh hewan atau bahan makanan mentah, serta menghindari konsumsi produk seperti susu dan jus yang belum melalui proses pasteurisasi.

Sebagian besar kasus salmonellosis dapat sembuh tanpa pengobatan khusus, yang terpenting adalah mencegah tubuh mengalami dehidrasi dengan banyak mengonsumsi cairan, seperti air putih, kaldu, atau larutan rehidrasi oral.

Namun, jika diare berlangsung parah atau disertai gejala lain seperti demam tinggi dan tinja berdarah, sebaiknya segera berkonsultasi dengan tenaga medis. Pada beberapa kondisi tertentu, terutama pada individu dengan risiko tinggi, dokter mungkin akan meresepkan antibiotik untuk mengatasi infeksi.

Myesha Fatina Rachman dan Haris Setyawan turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |