REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Penelitian terbaru mengungkapkan bumi sudah melewati batas fisik dan kimiawi yang membuatnya dapat dihuni. Para ilmuwan mengatakan setelah mengalami kenaikan suhu, kehilangan keanekaragaman hayati dan polusi kimiawi, kini bumi juga sudah melewati batas pengasaman laut.
Para ilmuwan menetapkan sembilan batas bumi atau Planetary Boundaries yang tidak boleh dilampaui agar bumi dapat dihuni manusia. Sembilan batasan tersebut meliputi: Perubahan Iklim, Integritas Biosfer (mencakup keanekaragaman hayati genetik dan fungsional), Aliran Biogeokimia (siklus Nitrogen dan Fosfor), Perubahan Sistem Lahan, Penggunaan Air Tawar, Pengasaman Laut, Penipisan Lapisan Ozon Stratosfer, Pemuatan Aerosol Atmosfer, dan Pengenalan Entitas Baru (seperti polusi kimia dan plastik).
Melewati salah satu atau lebih dari batas-batas ini akan meningkatkan risiko terjadinya perubahan lingkungan skala besar yang dapat merusak planet secara permanen. Sistem ini pertama kali diperkenalkan ilmuwan iklim dan direktur Potsdam Institute for Climate Impact Research (PIK) Johan Rockström pada 2009 lalu.
"Lebih dari tiga-perempat sistem pendukung bumi bukan lagi zona aman," kata Rockström saat mengumumkan evaluasi sistem batas bumi 2025 seperti dikutip dari Scientific American, Sabtu (4/10/2025).
Rockström mengatakan manusia mendorong batas ruang aman, meningkatkan risiko yang dapat mengganggu kestabilan bumi. Manusia dan banyak spesies lain berevolusi dan berkembang dalam iklim Holosen, periode yang dimulai sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Namun, seiring dengan industrialisasi masyarakat dan maraknya pembakaran bahan bakar fosil sejak abad ke-19, gas rumah kaca menumpuk di atmosfer, memerangkap panas dan mengubah bumi serta iklimnya dalam banyak cara. Tidak hanya menaikkan suhu global.
Pada tahun 2009, PIK menyoroti dan memprioritaskan penelitian tentang sembilan batas geofisika yang membentuk sistem pendukung kehidupan planet. Para ilmuwan di lembaga itu berpendapat tetap berada di dalam batas-batas ini adalah harapan terbaik untuk mempertahankan kondisi iklim yang bersahabat tempat manusia dan sebagian besar penghuni bumi lainnya beradaptasi.
Pada tahun 2023, para ilmuwan menerbitkan penelitian yang mengukur batas-batas tersebut dan menetapkan posisi manusia dalam kaitannya dengan batas tersebut. Saat itu, enam dari batas-batas tersebut telah terlampaui.
Banyak di antaranya sudah jauh memasuki apa yang para ilmuwan disebut sebagai "zona peningkatan risiko." Ilmuwan sistem bumi University of Copenhagen Katherine Richardson menganalogikan pelanggaran ambang batas ini dengan tekanan darah.
"Bila tekanan darah anda di atas 120 dari 80, tidak ada jaminan anda akan mengalami serangan jantung, tapi menaikan risikonya, dan anda akan melakukan yang perlu anda lakukan untuk menurunkannya," kata Richardson yang merupakan ketua penulis penelitian tahun 2023.
Perubahan iklim salah satu batas yang sudah terlampaui. Konsentrasi karbon dioksida di atmosfer tahun lalu mencapai rekor tertinggi global 422,7 parts per million (ppm).
Jauh lebih tinggi sebelum revolusi industri sebesar 280 ppm dan 350 ppm yang dianggap banyak ilmuwan sebagai batas "aman" (yang terlampaui pada tahun 1987). Pembakaran bahan bakar fosil adalah biang keladi yang tak terbantahkan.
Bahan bakar fosil juga menjadi penyebab pelanggaran batas yang baru yakni pengasaman laut. Lautan menyerap sebagian kelebihan karbon dioksida di atmosfer. Semakin banyak karbon dioksida yang diserap laut, semakin tinggi pengasamannya.
Sejak revolusi industri, pH permukaan laut telah turun sebesar 0,1; angka ini mungkin terlihat sangat kecil, tetapi karena skala pH bersifat logaritmik, hal ini mencerminkan peningkatan keasaman sekitar 30 persen.
Pengasaman laut dapat berdampak besar pada ekosistem laut dengan mengurangi senyawa karbon tertentu dalam air laut yang dibutuhkan oleh terumbu karang dan hewan pembuat cangkang lainnya untuk membangun rumah pelindung mereka. Pada tingkat pH yang cukup rendah, karang dan cangkang bahkan bisa mulai larut.
Dampak-dampak ini dapat mengguncang seluruh ekosistem dan menghancurkan banyak spesies bernilai komersial, seperti tiram. Pada 2020 lalu Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration) melaporkan pengasaman laut akan merugikan perekonomian negara itu miliaran dolar.
"Pergerakan yang kita lihat jelas menuju ke arah yang salah. Lautan menjadi lebih asam, tingkat oksigen menurun, dan gelombang panas laut meningkat. Ini meningkatkan tekanan pada sistem yang sangat penting untuk menstabilkan kondisi di planet Bumi," kata co-lead Laboratorium Sains Batas Planet PIK Levke Caesar dalam pernyataan pers evaluasi baru tersebut.