Dugaan Pelanggaran dalam Penahanan Anak yang Membunuh Ayah dan Nenek

3 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM) menyoroti sejumlah dugaan pelanggaran dalam penahanan atas MAS, remaja yang diduga menikam ayah dan neneknya di kawasan Lebak Bulus hingga tewas pada 2024 lalu. Berdasarkan keterangan Pengacara Publik LBHM, Maruf Bajammal, MAS telah ditahan selama lebih dari lima bulan di sebuah ruangan penyimpanan berkas Kepolisian Metro Jakarta Selatan hingga saat ini.

“Kami telah mencatat beberapa hal terkait dengan situasi atau pelanggaran serius yang terjadi dalam kasus MAS,” kata Maruf saat ditemui usai mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada Senin, 19 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertama, LBHM memandang negara tidak melakukan upaya terbaik dalam menangani kasus MAS yang tercermin dari ketidakpastian hukum kasus ini. Apakah kasus MAS akan dihentikan oleh penyidik pada tahap penyidikan atau dilanjutkan sampai pada proses persidangan.

“Hal ini berdampak pada terkatung-katungnya nasib MAS karena ada ketidakjelasan nasib dari pada perkaranya. Itu catatan kami yang pertama,” ujar Maruf.

Ia menjelaskan, sebelumnya aparat penegak hukum telah mengadakan pemeriksaan psikologi forensik yang dilakukan Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (APSIFOR) dan psikiatri forensik oleh RS Polri bekerja sama dengan tim dokter forensik dari RSCM. Hasil pemeriksaan yang terbit pada pertengahan Desember 2024 itu menyatakan MAS memiliki disabilitas mental.

Namun, Kuasa hukum MAS itu mengungkapkan ada dugaan penelantaran yang dilakukan kepolisian. Sebab, sampai hari ini, kasus ini tak kunjung dilimpahkan ke kejaksaan. “Ini yang kami sayangkan juga,” katanya.

Kedua, LBHM menyoroti masa penahanan MAS, yang dikategorikan sebagai seorang anak, telah melampaui batas. Menurut Maruf, penahanan MAS mestinya berakhir pada Desember 2024, namun pada kenyataannya masih berlanjut hingga hari ini di Polres Jakarta Selatan. 

Diketahui, MAS terlibat dalam dugaan kasus pembunuhan yang menewaskan ayahnya, APW (40) dan neneknya, RM (69) saat usianya 14 tahun. Peristiwa yang terjadi di sebuah kompleks perumahan di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 30 November 2024 dini hari pukul 01.00 WIB itu turut membuat ibunya, AP (40) terluka.

Adapun, Maruf melanjutkan, penempatan anak dalam bantuan hukum (ABH) sebagai tahanan tersebut juga dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Mengingat, penahanannya dilakukan bukan di lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial atau di lembaga penempatan anak sementara ketika LPKS itu belum tersedia.

Maruf mengatakan MAS ditahan di ruangan penuh tumpukan dokumen di Polres Jakarta Selatan tanpa pendampingan dokter, psikolog, maupun teman bermain sebaya yang dapat MAS ajak untuk bersosialisasi. Meski begitu, Kepala Unit PPPA Polres Jakarta Selatan, Citra Ayu Civilia, belum memberikan respons terkait dengan kondisi terkini MAS maupun soal permohonan praperadilan yang diajukan LBHM.

“Catatan kami yang ketiga, tidak ada perawatan sampai dengan hari ini terkait dengan rehabilitasi maupun habilitasi bagi MAS,” Maruf melanjutkan. Menurut dia, hal ini sangat merugikan MAS terkait dengan akomodasi yang layak yang harus diberikan negara kepada dirinya.

Keempat, tidak adanya akses terhadap pendidikan, lingkungan sosial, atau aktivitas layak anak lainnya. “Ini cukup serius, karena seharusnya meskipun seorang anak berhadapan hukum menjalani proses hukum, hak-haknya tidak boleh dicederai maupun dilukai.”

Kelima, absennya respons memadai dari Polres Jakarta Selatan maupun dari KemenPPPA, meskipun permintaan tertulis telah diajukan. Pihaknya menyatakan bersedia melakukan langkah-langkah kooperatif dengan Polres Jakarta Selatan apabila memang diperlukan.

Selain KemenPPPA, LBHM juga telah mengajukan korespondensi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). “Karena menurut kami, dua lembaga ini yang kemudian punya kewenangan dan tanggungjawab terkait dengan pemenuhan hak anak.”

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |