SUKOHARJO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Dari sebuah dusun kecil di Trosemi, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, muncul sosok remaja putri yang mulai mencuri perhatian di dunia sepak bola. Dialah Griselda Vivian Mariana, siswi kelas 10 SMK Negeri 6 Surakarta, yang di usianya yang baru 15 tahun sudah berhasil menorehkan prestasi di berbagai turnamen.
Meski masih belia, Griselda telah merasakan atmosfer kompetisi di banyak daerah. Ia pernah memperkuat klub Laskar Hebat (LH) dari Bali pada turnamen di Kediri, Jawa Timur, dan sukses mengantar timnya meraih gelar Juara I. Bahkan, sudah empat kali ia diminta memperkuat klub asal Pulau Dewata tersebut. Selain itu, Griselda juga pernah melawat ke Bali bersama tim Garuda Yaksa dan keluar sebagai Juara II, lalu kembali mengukir prestasi dengan menjadi Juara I saat bertanding di Cirebon.

“Sebetulnya, awalnya ada empat anak yang direkrut untuk membantu klub dari Bali tersebut, termasuk anak saya. Tapi salah satu kiper sudah naik ke Timnas, jadi tinggal tiga orang yang masih sering dipanggil, termasuk Griselda,” ujar sang ayah, Darsono.
Dari Taekwondo ke Sepak Bola
Kecintaan Griselda pada sepak bola sebenarnya bukan hal yang direncanakan. Sejak kecil, bocah perempuan itu justru lebih tertarik pada olahraga bela diri Taekwondo. Ia bahkan sempat rutin berlatih di di sebuah sanggar di dekat rumahnya. Namun lambat-laun, arah hidupnya mulai berubah.
Sebagai anak dari seorang pesepak bola sekaligus pelatih, darah olahraga rupanya sudah mengalir dalam dirinya. Darsono mengaku semula heran ketika putrinya lebih suka bermain bersama anak-anak laki-laki di kampung, ketimbang bermain dengan teman-temannya perempuan.

Saat ia sendiri bermain sepak bola di lapangan, Griselda kecil sering diajak ikut serta. Dari seringnya melihat sang ayah bermain sepak bola itulah benih-benih kecintaan terhadap si kulit bundar itu tumbuh dan berkembang.
Sejak duduk di bangku kelas 6 SD, rasa cintanya pada sepak bola terlihat semakin kuat. Saat berada di rumah mislanya, ia terbiasa bermain bola pada sebuah lahan luas di depan Masjid Al Ikhlas, yang biasanya digunakan untuk menjemur padi.
“Ya di situlah anak saya main bola sama bocah-bocah laki-laki, sampai kakinya kapalan,” kenang Darsono sambil tersenyum.
Kebangkitan Sepak Bola Trosemi
Kiprah Griselda juga tidak bisa dipisahkan dari geliat sepak bola di kampungnya. Lapangan Trosemi yang cukup lama terbengkalai, kembali hidup sejak 2020, bersamaan dengan kedatangan Darsono, pemuda asli Tawangmangu, Karanganyar itu ke Torsemi. Rumput-rumput liar yang menutupi lapangan dibabat dan dibersihkan, tanah diratakan, hingga lapangan kembali layak dipakai.

Kebangkitan semangat untuk membangun sepak bola tersebut, kemudian diikuti dengan lahirnya Sekolah Sepak Bola yang diberni nama Trosemi Football Club (TFC), yang dalam perjalanannya kini mulai diperhitungkan. Klub ini sudah menorehkan banyak prestasi, bahkan sering mengirim pemainnya untuk memperkuat tim lain, termasuk Griselda.
Kini, remaja yang akrab disapa Selda itu berlatih di dua tempat. Selain di TFC yang menjadi rumahnya, ia juga bergabung dengan Samba Persada, klub milik Prof. Suparji di Kadilangu. Rutinitasnya pun padat. Seusai pulang sekolah, biasanya ia langsung bersiap mengikuti latihan sepak bola.
“Sudah jadi kebiasaannya, sekolah pagi, sore latihan sepak bola,” kata Darsono.
Sekalipun namanya sudah dikenal secara luas, namun Griselda tidak merasa tinggi hati dan mengesampingkan sekolah. Ia tetap berusaha membagi waktu dengan baik antara sekolah dengan hobi bermain sepak bola.
Konsistensi dan kedisiplinan membagi waktu itu membuatnya tetap mampu mengikuti pelajaran dengan baik tanpa tertinggal. Karena itu pula, pihak sekolah—baik ketika ia menempuh pendidikan di SMP Negeri 1 Gatak maupun kini di SMK Negeri 6 Sukoharjo—selalu memberikan dukungan penuh. Izin untuk mengikuti turnamen pun kerap dipermudah, sebab prestasi Griselda dianggap membawa nama baik sekolah.
Dalam setiap pertandingan, Griselda lebih sering dimainkan pada posisi gelandang serang atau sayap kiri, meski tak jarang juga dipercaya mengisi sayap kanan. Hal yang menarik, menurut sang ayah, Darsono, sebenarnya putrinya tidak memiliki keistimewaan di kaki kiri. Namun pelatihnya justru lebih sering menempatkan Griselda di sisi kiri lapangan.
“Itu memang keputusan pelatih. Mungkin ada tujuan tertentu, misalnya untuk mengasah kemampuan kaki kirinya. Kita tidak tahu persis, tapi saya yakin itu pasti untuk kebaikan anak saya,” tutur Darsono.
Merangkul Keluarga
Hobi sepak bola dan prestasi yang telah diukir Griselda, ternyata ikut menular pada keluarganya. Sang ibu, Tri Windaryani (39), yang semula sama sekali tidak menyukai sepak bola, kini ikut jatuh hati.

“Dulu kalau bapaknya nonton bola, sering ribut karena saya nggak suka. Tivinya cuma satu, jadi sering uring-uringan. Tapi sejak anak saya main bola dan berprestasi, saya jadi ikut suka,” ujarnya sambil tertawa.
Kini, sepak bola bukan hanya menjadi jalan bagi Griselda dalam meraih mimpi, tetapi juga menjadi sarana yang mengharmoniskan keluarganya lewat pembagian peran. Sang ibu, Tri Windaryani, kerap mendampingi putrinya saat latihan, sementara sang ayah, Darsono, sibuk melatih tim di klub. Di luar lingkup keluarga, Griselda pun menjelma menjadi bunga kebanggaan bagi kampung Trosemi. [Hamdani]
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.