Kritik Pendidikan di Indonesia, Anies: Murid Abad ke-21, Sekolah Masih Abad ke-20

2 hours ago 8
Anies Baswedan | Wikipedia

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, kembali melontarkan kritik tajam terhadap arah kebijakan pendidikan nasional yang dinilainya belum beranjak dari paradigma lama. Ia menyebut sistem pendidikan Indonesia masih terjebak pada pola abad ke-20, sementara anak-anak yang diajar hidup di era digital abad ke-21 yang serba cepat dan dinamis.

Pandangan itu disampaikan Anies dalam forum ASEAN for the Peoples Conference di The Sultan Hotel, Jakarta, Minggu (6/10/2025). Menurutnya, kurikulum, metode pengajaran, hingga tata ruang kelas masih disusun dengan cara berpikir era industri, di mana murid dibentuk untuk patuh, menghafal, dan seragam.

“Kita mendidik anak-anak zaman digital dengan sistem yang lahir untuk pabrik abad ke-20. Ini tidak nyambung dengan tantangan zaman,” ujarnya dalam forum tersebut.

Anies menegaskan, pendidikan masa kini seharusnya diarahkan untuk membentuk kemampuan berpikir kritis, kolaboratif, dan kreatif. Sistem yang hanya menekankan kepatuhan dan hafalan, menurutnya, justru membuat siswa kehilangan daya imajinasi dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan.

Lebih lanjut, Anies menyoroti kesenjangan pendidikan yang masih menganga antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antara keluarga kaya dan miskin. Ia menilai, masalah utama bukan hanya akses terhadap guru atau fasilitas, tetapi juga akses terhadap mimpi dan imajinasi.

“Anak dari keluarga miskin sering tidak berani bermimpi besar karena tidak punya akses untuk membayangkan masa depan. Kalau mereka tidak tahu apa itu pilot, mereka tak akan pernah bercita-cita menjadi pilot,” tuturnya.

Dari refleksi itu, Anies menyimpulkan bahwa untuk membawa Indonesia menjadi negara berdaya saing tinggi pada 2045, dua langkah harus segera dilakukan: memperbarui sistem pendidikan sesuai tantangan zaman dan mempersempit jurang ketimpangan imajinasi antarsiswa.

Di kesempatan berbeda, saat menghadiri perayaan ulang tahun Garda Pemuda NasDem di Jakarta Selatan, Anies kembali menyinggung lemahnya fondasi sistem pendidikan nasional. Kali ini ia mengkritik kecenderungan pemerintah yang, menurutnya, terlalu sering “mengutak-atik” kurikulum tanpa menyentuh akar persoalan: kualitas dan kesejahteraan guru.

“Yang sering diubah itu bukunya, kurikulumnya, tapi bukan manusianya. Padahal kalau ditanya, kenapa anak suka pelajaran tertentu? Jawabannya selalu karena gurunya,” kata Anies.

Ia menekankan, kualitas pendidikan tidak akan meningkat tanpa guru yang baik dan sejahtera. Menurutnya, guru seharusnya bisa fokus mengajar tanpa perlu mencari penghasilan tambahan di luar sekolah.

“Kalau pendapatan guru hanya cukup untuk 15 hari, bagaimana mereka bisa sepenuhnya mengabdi di kelas? Kesejahteraan guru adalah fondasi mutu pendidikan,” tegasnya.

Bagi Anies, sekolah yang baik bukan diukur dari proyek kurikulum atau buku baru, melainkan dari suasana yang diciptakan oleh guru. “Kalau siswa datang ke sekolah dengan berat hati dan pulang dengan gembira, berarti ada yang salah. Tapi kalau datang dengan semangat dan pulang dengan enggan, itu baru tanda sekolah yang hidup,” ujarnya.

Dua pandangan itu menunjukkan konsistensi Anies dalam mengkritik sistem pendidikan nasional yang ia nilai masih sibuk pada formalitas dan proyek jangka pendek. Ia mengingatkan bahwa masa depan bangsa hanya bisa dicapai bila pendidikan tidak lagi sekadar menyalin sistem lama, tetapi benar-benar melahirkan manusia pembelajar yang merdeka berpikir. [*]  Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |