Mangkrak 9 Tahun, Proyek PLTU Kalbar Seret Mantan Dirut PLN dan Adik Jusuf Kalla ke Meja Hukum

2 hours ago 9
Ilustrasi money politik

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat yang menelan biaya lebih dari Rp1 triliun akhirnya menyeret sejumlah nama besar ke meja hukum. Polri melalui Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) menetapkan mantan Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar dan pengusaha Halim Kalla—adik dari Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla—sebagai tersangka.

Kepala Kortastipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo mengungkapkan, selain Fahmi Mochtar (FM) dan Halim Kalla (HK), penyidik juga menjerat RR selaku Dirut PT BRN serta HYL, Direktur PT Praba Indopersada. Keempatnya dinilai bertanggung jawab atas mangkraknya proyek pembangkit listrik berkapasitas 2×50 megawatt tersebut.

“Total kerugian keuangan negara dalam proyek ini mencapai Rp1,35 triliun. Kerugian itu merupakan total loss karena output pembangkit tak pernah terwujud meski dana sudah digelontorkan,” ujar Cahyono dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).

Skema Proyek Bermasalah

PLTU 1 Kalbar berlokasi di Kabupaten Mempawah (sebelumnya disebut Mengkawah) dengan nilai kontrak USD 80,8 juta dan Rp507 miliar. Proyek yang dimulai pada 2008 itu dibiayai melalui kredit komersial BRI dan BCA dengan skema Export Credit Agency (ECA).

Sejak awal, proses lelang proyek sudah bermasalah. Konsorsium KSO BRN yang ditunjuk PLN sebagai pemenang tidak memenuhi syarat administrasi maupun teknis. Mereka tak memiliki pengalaman membangun PLTU minimal 25 MW, tidak menyertakan laporan keuangan 2007, serta laba bersih 2006 jauh di bawah ketentuan Rp7,5 miliar. Selain itu, dokumen penting berupa SIUJKA juga tak pernah disampaikan.

Meski demikian, pada 11 Juni 2009, kontrak tetap ditandatangani oleh Fahmi Mochtar selaku Dirut PLN bersama RR selaku Dirut PT BRN. Tidak lama berselang, seluruh pekerjaan justru dialihkan ke PT Praba Indopersada serta perusahaan energi asal Tiongkok, QJPSE. PT Praba sendiri belakangan diketahui tidak memiliki kapasitas mengerjakan proyek pembangkit listrik berskala besar.

Terhenti Sejak 2016

Dalam pelaksanaannya, proyek ini hanya mampu mencapai 57 persen penyelesaian pada akhir masa kontrak 2012. Meski kontrak kemudian diamandemen hingga sepuluh kali sampai 2018, progres pekerjaan tetap terhenti di angka 85,56 persen sejak 2016. Hingga kini, pembangkit senilai Rp1,2 triliun itu tidak pernah beroperasi dan mangkrak di lokasi.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui laporan investigatifnya pada 22 Juli 2025 menemukan indikasi kerugian negara sebesar USD 62,4 juta atau setara Rp1,03 triliun, ditambah Rp323,2 miliar dalam rupiah. Dana itu merupakan pembayaran PLN kepada KSO BRN yang tidak menghasilkan output sesuai kontrak.

Direktur Penindakan Kortastipidkor Brigjen Totok Suharyanto menegaskan, sejak awal telah terjadi pemufakatan untuk memenangkan PT BRN. Bahkan konsorsium yang diajukan diduga fiktif karena perusahaan mitra seperti Alton-OJSC ternyata tidak benar-benar tergabung dalam KSO. “Selain itu, rekening konsorsium dialihkan ke PT Praba dengan imbalan tertentu, padahal perusahaan itu tidak memiliki kapasitas teknis maupun finansial,” ujarnya.

Aliran Dana

Penyidik juga menduga adanya aliran dana mencurigakan dari KSO BRN melalui PT Praba kepada sejumlah pihak sebagai bentuk suap untuk meloloskan proyek. Hingga kontrak berakhir, KSO BRN telah menerima pembayaran sebesar USD 62,4 juta dan Rp323 miliar dari PLN.

Kasus ini awalnya ditangani Polda Kalbar sejak 2021, sebelum dilimpahkan ke Bareskrim Polri pada Mei 2024. Dengan penetapan empat tersangka, penyidik kini mendalami keterlibatan pihak lain yang diduga ikut menikmati keuntungan dari proyek yang gagal diwujudkan tersebut.

“Negara mengalami kerugian besar dan masyarakat kehilangan manfaat dari pembangkit yang seharusnya sudah beroperasi sejak 2012. Ini murni kerugian total,” tegas Irjen Cahyono. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |