TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Alexander Sabar mengatakan World App atau Worldcoin telah mengumpulkan data retina dari pengguna di Indonesia sejak tahun 2021. "Kami dapatkan informasinya bahwa mereka sudah melakukan pengumpulan data di Indonesia sejak tahun 2021," kata Alexander, Jumat, 9 Mei 2025.
Data Retina
Ia menjelaskan, World App telah menghimpun lebih dari 500 ribu data retina pengguna layanannya di Indonesia. Alexander menjelaskan bahwa pengelola aplikasi tersebut telah mengantongi Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik. Pemerintah mengawasinya sejak awal beroperasi di Indonesia. "Sebenarnya sudah dilakukan pengawasan dan ada analisis terhadap apa yang dilakukan oleh PSE tersebut. Makanya, ini yang kemudian kita lanjutkan kemarin dengan pemanggilan terhadap pihak terkait," katanya soal pengawasan World App.
Kementerian Komdigi mempelajari praktik pengumpulan data retina yang dilakukan World App serta menilai kepatuhan pengembang aplikasi terhadap regulasi di Indonesia. Pada Rabu, 7 Mei 2025, kementerian telah bertemu dengan perwakilan Tools for Humanity (TFH) selaku pengembang aplikasi pengelola mata uang kripto WorldApp atau Worldcoin.
"Hasil klarifikasi ini akan dibahas secara internal dan ditindaklanjuti melalui analisis teknis atas aplikasi serta peninjauan kebijakan privasi dari Tools for Humanity. Keputusan resmi atas hasil evaluasi ini akan diumumkan dalam waktu dekat," kata Alexander.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Praktik scan retina Worldcoin digagas Sam Altman yang juga sebagai Chief Executive Officer OpenAI belakangan menjadi sorotan publik di Indonesia. Tools For Humanity (TFH) perusahaan pengembang teknologi Worldcoin memberi token digital yang dapat dikonversikan menjadi rupiah kepada setiap respondennya retina dipindai. Adapun token tersebut bernilai ratusan ribu rupiah.
Apa Itu Scan Retina?
Dikutip dari Tech Target, pemindaian atau scan retina adalah teknologi autentikasi biometrik. Pemindai retina adalah alat verifikasi biometrik yang berfungsi untuk mengenali identitas seseorang berdasarkan pola unik pembuluh darah di retina mata. Sistem ini termasuk dalam kategori teknologi biometrik seperti metode sidik jari, bentuk telapak tangan, geometri daun telinga, pola iris, gelombang suara, DNA, dan tanda tangan.
Teknologi ini dicoba secara komersial sejak 1984 melalui perusahaan bernama Eyedentity, yang menjadi pelopor dalam membuat perangkat pemindai retina pertama.
Dalam prosesnya seseorang akan diminta untuk menatap satu titik selama sekitar 15 detik agar alat dapat menangkap citra retina secara tepat. Pemindai retina bekerja dengan memancarkan sinar inframerah berdaya rendah ke dalam mata. Cahaya tersebut akan diserap secara berbeda oleh pembuluh darah di retina dibandingkan dengan jaringan mata di sekitarnya. Perbedaan penyerapan ini membuat pola unik yang ditangkap oleh sensor dan diubah menjadi gambar digital.
Gambar retina yang dihasilkan dengan pola pembuluh darah yang khas mirip seperti sidik jari untuk tujuan identifikasi dan verifikasi. Hal yang membuatnya menarik karena jaringan retina akan cepat rusak setelah seseorang meninggal. Scan retina hanya dapat dilakukan pada manusia yang masih hidup.
Scan retina juga umumnya digunakan dalam sistem kontrol akses berkeamanan tinggi, seperti di area terbatas, perbatasan dan imigrasi, investigasi kriminal, identifikasi tersangka, pangkalan militer, dan lokasi-lokasi lain yang membutuhkan tingkat keamanan ekstra.
Di Indonesia, perlindungan terhadap data biometrik telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b UU PDP dijelaskansalah satu bentuk data pribadi yang bersifat spesifik adalah data biometrik.