Ombudsman Bongkar Afiliasi Politik di Balik Yayasan MBG

3 hours ago 6
Ilustrasi

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali mendapat kritik tajam. Ombudsman RI mengungkap adanya indikasi afiliasi sejumlah yayasan pelaksana MBG dengan jaringan politik. Kondisi ini dinilai berpotensi menimbulkan konflik kepentingan sekaligus membuka ruang penyalahgunaan wewenang.

“Dari hasil kajian cepat, kami menemukan adanya yayasan yang tidak berdiri netral, melainkan memiliki keterkaitan dengan elit politik tertentu. Situasi ini jelas berbahaya karena bisa memengaruhi objektivitas pelaksanaan program,” kata Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Temuan tersebut bukan satu-satunya catatan. Ombudsman juga membeberkan delapan persoalan besar yang masih membelit MBG, mulai dari aspek target, tata kelola, hingga kualitas makanan. Salah satunya adalah kesenjangan antara target dan realisasi. Dari rencana 82,9 juta penerima manfaat, baru sekitar 22,7 juta orang yang terlayani hingga September 2025. Begitu juga dengan jumlah dapur penyedia makanan atau SPPG yang masih jauh dari target: baru 8.450 unit beroperasi dari rencana 30.000 unit.

Di sisi lain, serapan anggaran yang sudah menembus Rp 13 triliun justru belum sebanding dengan capaian di lapangan. Ombudsman menilai kondisi ini menggambarkan betapa masih beratnya tantangan logistik dan skalabilitas program.

Masalah berikutnya adalah maraknya kejadian luar biasa keracunan yang menimpa ribuan anak sekolah sejak awal tahun. Ombudsman mencatat sedikitnya 34 kasus keracunan massal terjadi di berbagai daerah, menegaskan masih lemahnya kontrol mutu serta sistem distribusi makanan.

Yeka juga mengungkap persoalan lain yang tak kalah serius, di antaranya: mekanisme pemilihan mitra yayasan dan SPPG yang tidak transparan, beban kerja guru dan relawan yang meningkat, kualitas bahan baku yang tidak memenuhi standar, distribusi makanan yang tidak tertib, hingga sistem pengawasan yang masih reaktif dan minim basis data.

Atas rentetan temuan itu, Ombudsman mengidentifikasi empat bentuk potensi maladministrasi dalam penyelenggaraan MBG. Pertama, penundaan berlarut dalam verifikasi mitra dan pembayaran honorarium staf lapangan. Kedua, diskriminasi akibat afiliasi politik yayasan pelaksana. Ketiga, lemahnya kompetensi dalam menerapkan SOP, sehingga investigasi kasus keracunan kerap terkendala. Keempat, penyimpangan prosedur pengadaan bahan pangan, misalnya kasus beras berkualitas rendah yang tetap diterima meski kontrak menyebut beras premium.

“Temuan ini harus menjadi alarm. Program sebesar MBG tidak boleh berjalan dengan pola lama yang penuh celah. Prinsip pelayanan publik, yakni kepastian, akuntabilitas, dan keterbukaan, harus benar-benar ditegakkan,” tegas Yeka.

Ombudsman berharap pemerintah segera melakukan koreksi mendasar agar tujuan awal MBG, yakni memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan makanan sehat dan layak, benar-benar tercapai tanpa tercederai kepentingan politik maupun praktik maladministrasi. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |