Jakarta, CNN Indonesia --
Ditresiber Polda Metro Jaya membongkar kasus pemerasan dengan modus video call sex (VCS) yang dilakukan oleh kakak beradik.
"Pemerasan yang dilakukan melalui media online yang sering kita kenal juga dengan sextortion atau tindak pidana pemerasan yang disertai oleh ancaman penyebaran konten eksplisit atau intim atau seksual," kata Kasubdit IV Ditres Siber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon kepada wartawan, Selasa (6/5).
Dalam aksinya, pelaku memanfaatkan aplikasi Bigo Live dan membuat akun. Pelaku juga sengaja menyamarkan sebagai perempuan dan mengunggah konten menarik untuk memikat para korban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah mendapat korban, pelaku kemudian mengajak korban untuk berkomunikasi lebih intens lewat aplikasi Telegram. Seiring berjalannya waktu, pelaku lantas mengajak korban untuk melakukan VCS.
"Melalui chat Telegram inilah pelaku akan mencoba melakukan video call. Handphone tersebut diarahkan ke video yang diputar dengan handphone lain, yang video tersebut memutar sosok seorang perempuan yang bersifat vulgar, dan mengajak korbannya untuk melalukan video call yang sifatnya pribadi atau intim, sehingga menunjukkan organ-organ intim pada si korban," tutur Edco.
Saat video call berlangsung, pelaku secara diam-diam melakukan perekaman. Rekaman video itu yang kemudian dimanfaatkan pelaku untuk memeras para korban.
Pelaku juga turut mengancam akan menyebarkan video tersebut ke keluarga atau teman-teman terdekat jika korban tak mau membayar sejumlah uang yang mereka minta.
"Jadi, memang sebelumnya pelaku juga sudah melakukan profilling terhadap korban yang akan dia lakukan pemerasan," ucap Edco.
Setelah dilakukan penyelidikan, polisi berhasil menangkap pelaku berinisial MD (25) di Palembang, Sumatera Selatan. Aksi kriminal itu dilakukan MD bersama kakaknya, I (27) yang saat ini masih buron.
Dalam aksinya, MD berperan membuat akun Bigo Live, memeras korban, serta menampung uang hasil kejahatan. Ia juga berperan membuat akun Telegram yang digunakan untuk menyebar video vulgar korban jika pembayaran tak dilakukan.
Dari hasil penyidikan, kata Edco, kedua pelaku sudah melakukan aksinya sejak tahun 2024. Selama satu tahun beraksi, mereka berhasil meraup ratusan juta dari hasil memeras para korban.
"Pengakuannya Rp100 juta dan digunakan untuk kehidupan sehari-hari," kata Edco.
Kini, pelaku berinisial MD telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Ia dijerat Pasal 45 ayat (10) Jo Pasal 27B ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE. Sedangkan untuk kakak dari MD yakni I, hingga kini masih dalam upaya pencarian oleh pihak berwajib.
"Sementara kami akan lakukan penyelidikan lebih lanjut karena pada saat ditangkap, DPO ini tidak ada ditempat," pungkas Edco.
(dis/dal)