Polda Metro Jaya Kembalikan 16 Buku, Motif Penyitaan Masih Misteri

4 hours ago 4
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen | Instagram Lokataru

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Belasan buku bertema demokrasi, Papua, hingga hak asasi manusia yang sempat disita polisi dari kantor Lokataru Foundation akhirnya dikembalikan. Buku-buku itu sebelumnya diambil bersamaan dengan penangkapan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, dalam kasus dugaan penghasutan terkait demonstrasi Agustus lalu.

Manajer Riset dan Pengetahuan Lokataru Foundation, Hasnu Ibrahim, mengungkapkan bahwa sebanyak 16 buku telah dikembalikan dua hari lalu. “Sejak awal kami menilai buku-buku ini tidak ada kaitannya dengan tuduhan yang diarahkan. Koleksi tersebut justru bagian dari kerja riset, advokasi, dan pemberdayaan kapasitas yang rutin dilakukan Lokataru,” ujarnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025).

Beberapa judul yang sempat disita di antaranya Gelombang Demokratisasi Ketiga karya Samuel Huntington dan Prabowo dan Tantangan Penyelesaian Konflik Papua. Namun, Hasnu menambahkan masih ada barang sitaan lain yang belum dikembalikan, seperti spanduk diskusi terkait proyek strategis nasional Pelabuhan Patimban.

Polda Metro Jaya sendiri menegaskan bahwa penyidik tidak sembarangan menyita barang. Kabag Penum Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, menjelaskan bahwa setiap penyitaan wajib melalui prosedur hukum. “Kalau ada barang yang diduga berkaitan dengan tindak pidana, penyidik akan meminta izin kepada pemilik dan memberikan tanda terima. Jika kemudian terbukti ada hubungannya, barulah dimintakan izin sita khusus ke pengadilan,” jelasnya.

Seiring dengan itu, Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) juga mendaftarkan praperadilan bagi Delpedro bersama tiga aktivis lainnya: Muzaffar Salim (staf Lokataru), Syahdan Husein (admin Gejayan Memanggil), dan Khariq Anhar (mahasiswa Universitas Riau sekaligus pegiat media sosial).

“Kami ingin menguji keabsahan penangkapan dan penahanan para aktivis, juga mempertanyakan praktik penggeledahan dan penyitaan yang menurut kami serampangan serta kurang diawasi lembaga peradilan,” kata M. Afif Abdul Qoyim, kuasa hukum TAUD, di PN Jakarta Selatan.

Diketahui, Delpedro dan rekan-rekannya dijerat Pasal 160 KUHP, Pasal 45A ayat (3) juncto Pasal 28 ayat (3) UU ITE, serta pasal-pasal dalam UU Perlindungan Anak. Hingga kini, kasus ini masih menjadi sorotan publik karena menyangkut kebebasan sipil dan praktik hukum dalam penanganan aksi demonstrasi. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |