JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Pemerintah mulai mengambil langkah baru dalam menata sektor pertambangan rakyat, khususnya di Bangka Belitung. Menteri Koperasi dan UKM Ferry Juliantono mengajak para penambang timah ilegal untuk beralih ke jalur resmi dengan bergabung dalam Koperasi Merah Putih.
Ferry menjelaskan, Koperasi Merah Putih kini bisa menjadi payung hukum bagi para penambang setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025. Regulasi itu merupakan perubahan kedua atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (minerba).
“Melalui aturan baru ini, koperasi dapat memiliki dan mengelola izin usaha pertambangan (IUP) secara legal. Ini jalan keluar agar aktivitas penambangan rakyat tak lagi melanggar hukum,” ujar Ferry dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (8/10/2025).
Ia menambahkan, koperasi akan difungsikan sebagai wadah legal masyarakat desa untuk mengembangkan potensi ekonomi sesuai karakter wilayahnya. Bagi daerah dengan sumber daya tambang yang besar seperti Babel, model pengelolaan berbasis koperasi diyakini bisa menekan konflik antara penambang rakyat dan perusahaan besar.
“Selama ini gesekan sering terjadi karena masyarakat tidak punya dasar hukum yang kuat. Dengan sistem koperasi, kesejahteraan rakyat bisa meningkat tanpa mengorbankan aturan,” lanjutnya.
Ferry menyebut, konsep Koperasi Merah Putih menjadi contoh penerapan ekonomi gotong royong yang sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto. Ia optimistis, dengan payung hukum yang baru, koperasi bisa mengambil peran strategis dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk timah, mineral logam, dan batu bara.
Dalam PP tersebut, koperasi masuk dalam daftar prioritas penerima Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), sejajar dengan badan usaha kecil menengah dan badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan. Koperasi yang ingin memperoleh izin wajib melalui verifikasi administratif, teknis, serta persetujuan dari dua kementerian — ESDM dan Koperasi.
Persetujuan itu diterbitkan melalui sistem online single submission (OSS). Adapun luas wilayah tambang yang bisa dikelola koperasi dibatasi maksimal 2.500 hektare, sama seperti batasan bagi usaha kecil dan menengah lainnya.
Langkah ini muncul di tengah meningkatnya keresahan penambang rakyat di Babel. Sebelumnya, massa dari Aliansi Tambang Rakyat Bersatu sempat berunjuk rasa di kantor PT Timah Tbk, Pangkalpinang. Mereka memprotes rendahnya harga timah dan sulitnya menjual hasil tambang karena pengetatan operasi oleh Satgas Nanggala dan Satgas Halilintar.
Pemerintah berharap, melalui mekanisme koperasi, penambang rakyat tidak hanya terlindungi secara hukum, tetapi juga bisa menjadi bagian dari sistem pertambangan nasional yang tertib, transparan, dan menyejahterakan. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.