Rektor UII Fathul Wahid dan Busyro Muqoddas Pasang Badan, Jadi Penjamin Penahanan Aktivis Paul

1 hour ago 5
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid dan Ketua PP Muhammadiyah bidang Hukum dan HAM Dr M Busyro Muqoddas | Wikipedia | Kolase: Suhamdani

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Dukungan terhadap aktivis asal Yogyakarta, Muhammad Fakhrurrozi alias Paul, terus berdatangan. Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid, bersama sejumlah guru besar, dekan, hingga Ketua Umum Yayasan Badan Wakaf UII, menyatakan kesediaannya menjadi penjamin penangguhan penahanan Paul yang kini ditahan Polda Jawa Timur.

Langkah tak biasa ini dinilai sebagai wujud nyata keberpihakan kampus pada nilai demokrasi dan kebebasan berpendapat. Fathul menegaskan, penangkapan Paul memunculkan keprihatinan mendalam karena sarat dugaan pelanggaran prosedur. Menurutnya, kasus ini bisa dibaca sebagai upaya membungkam suara-suara kritis yang justru dilindungi konstitusi.

“Berbeda pandangan dan memberi kritik adalah hal yang sehat bagi demokrasi. Aktivis seperti Paul bersuara bukan untuk melawan negara, tetapi karena cinta negeri ini,” tegas Fathul, Jumat (3/10/2025).

Ia juga menilai kriminalisasi aktivis semakin marak, terutama mereka yang menyuarakan isu lingkungan, HAM, hingga ketimpangan ekonomi. “Mereka itu menjaga nurani bangsa agar tetap hidup. Kalau terus diperlakukan sebagai musuh negara, ruang dialog akan mati,” imbuhnya.

Nada serupa datang dari Dr M Busyro Muqoddas, akademisi Fakultas Hukum UII sekaligus Ketua PP Muhammadiyah bidang Hukum dan HAM, yang ikut menjadi penjamin. Menurutnya, langkah Rektor UII merupakan simbol keberanian akademisi di tengah bungkamnya banyak kampus.

“Pak Fathul menjadi ikon kampus yang berani bersuara, sementara kampus lain lebih memilih diam menghadapi pelemahan demokrasi,” ujarnya. Busyro bahkan menyebut fenomena ini sebagai “demoralitas demokrasi”, yakni proses pelan namun pasti yang melumpuhkan daulat rakyat.

Ia juga menyoroti brutalitas aparat dalam penanganan demonstrasi, termasuk aksi 25 Agustus lalu, yang berujung pada penahanan sejumlah aktivis tanpa pengungkapan aktor utama di balik kericuhan. “Sulit menghapus kesan bahwa polisi menjadi alat kekuatan politik tertentu,” kritiknya.

Polda Jatim sendiri telah menetapkan Paul sebagai tersangka dengan tuduhan menghasut kericuhan saat aksi di Kediri, 30 Agustus 2025. Ia dijerat pasal 160 KUHP juncto pasal 187, 170, dan 55 KUHP. Namun, tim kuasa hukum dari LBH Surabaya menyebut proses itu cacat hukum karena tidak ada pemanggilan sebelumnya dan minim bukti, bertentangan dengan putusan MK 2014.

Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari kepolisian terkait permohonan penangguhan penahanan yang diajukan Rektor dan para guru besar UII.

Fathul berharap, inisiatif UII bisa menjadi pemantik keberanian kampus lain untuk bersuara, terutama yang mahasiswanya ikut menjadi korban kriminalisasi. “Negara yang sehat ditopang masyarakat sipil yang berani bersuara. Tanpa itu, demokrasi hanya tinggal nama,” tandasnya. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |