Respons Komnas HAM hingga Wamendagri soal Pendidikan Semi-Militer untuk Siswa Nakal ala Dedi Mulyadi

13 hours ago 13

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengenai pendidikan karakter ala militer bagi siswa bermasalah mulai direalisasikan sejak Kamis, 1 Mei 2025. Purwakarta dan Bandung menjadi dua wilayah pertama yang menjalankan program pembinaan karakter semi-militer yang melibatkan TNI dan Polri itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sedikitnya 69 pelajar sudah dikirim ke barak militer. Dedi Mulyadi mengatakan kriteria anak yang disertakan dalam pendidikan semi-militer tersebut dimulai dari jenjang sekolah menengah pertama.

Secara spesifik, anak-anak yang dikirim ke barak ialah yang perilakunya sudah mengarah pada tindakan kriminal dan yang orang tuanya sudah tidak memiliki kesanggupan untuk mendidik.

“Artinya bahwa yang diserahkan itu adalah siswa yang oleh orang tuanya di rumahnya sudah tidak mau lagi, tidak mampu lagi untuk mendidik. Jadi kalau orang tuanya tidak menyerahkan, kami tidak akan menerima,” kata dia selepas memimpin apel Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) Tingkat Provinsi Jawa Barat di Lapangan Kujang Rindam III/Siliwangi, Bandung, Jumat, 2 Mei 2025.

Dedi menyatakan sudah mengirim surat edaran pada seluruh sekolah di Jawa Barat untuk memberitahukan pelaksanaan pendidikan ala militer itu. “Dua hari yang lalu sudah ada surat edaran, ditujukan ke sekolah-sekolah,” kata dia.

Pria yang kini akrab disapa KDM itu berujar, siswa di Purwakarta yang disertakan dalam pendidikan ala militer itu ditempatkan di barak milik satuan Resimen 1 Sthira Yudha/Kostrad. Sementara pelajar di Bandung ditempatkan di Rindam III/Siliwangi.

Dedi Mulyadi menuturkan, kegiatan siswa di barak militer itu ditargetkan mengubah perilaku melalui penekanan pada kedisiplinan. Siswa akan diminta tidur pukul delapan malam dan bangun pukul empat pagi hari. Siswa tersebut kemudian wajib membereskan tempat tidur dan membersihkan toilet.

Kemudian, dilanjutkan salat subuh bagi yang muslim, olahraga, sarapan pagi, lalu masuk kelas untuk mengikuti pembelajaran dengan guru yang didatangkan dari sekolah sekitar.

Pukul satu siang siswa beristirahat dan kemudian mengikuti pendidikan keterampilan seperti belajar bertani, berkebun, elektro, atau otomotif. “Gizinya cukup, istirahatnya cukup, olahraganya cukup, sistem pembelajaran di sekolah cukup. Kan mereka tetap belajar di sekolahnya, cuma gurunya saja ngajarnya di sana,” kata Dedi.

Dedi Mulyadi mengatakan, pelajar yang mengikuti pendidikan ala militer tersebut akan ditempatkan sampai maksimal setahun. Selama mengikuti pendidikan di kelas khusus tersebut siswa menginap di barak militer. Namun, tidak menutup kemungkinan siswa cukup hanya tiga hari mengikuti pendidikan ala militer tersebut.

“Tergantung perkembangan pertumbuhannya, nanti kan disesuaikan. Bisa jadi yang sudah sebulan sudah bugar, sudah baik. Ada yang tiga hari baik. Tergantung nanti anaknya sudah bagaimana,” kata dia.

Komnas HAM: Rencana Dedi Mulyadi Kirim Anak Nakal ke Barak TNI Tak Berdasar

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Atnike Nova Sigiro merespons rencana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengirim anak bermasalah ke barak TNI. Atnike mengharapkan Dedi meninjau ulang wacana tersebut.

“Sebetulnya itu bukan kewenangan TNI untuk melakukan edukasi, civic education,” kata Atnike ditemui usai acara di kantor Komnas HAM, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 2 Mei 2025.

Menurut Atnike, tidak ada permasalahan saat anak hanya pergi ke barak untuk pemahaman mengenai pendidikan karier tentara. Tetapi apabila rencana membawa anak itu dalam konteks pendidikan militer, maka itu tidak tepat.

“Keliru jika itu dalam bentuk hukuman. Itu proses di luar hukum, kalau tidak berdasarkan hukum pidana atau hukum pidana bagi anak di bawah umur,” kata dia.

Wamendagri Bima Arya Sarankan Adanya Keterlibatan Pakar

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyebut penanganan anak bermasalah dengan pendidikan ala militer perlu melibatkan pakar dan ahli di bidangnya.

"Jadi saran saja, disiapkan, dikonsepkan dengan hati-hati. Melibatkan juga tentunya para pakar, pemerhati keluarga, ahli ilmu keluarga, psikolog, dan tentu harus diajak bicara juga keluarganya," kata Bima di Balai Kota Malang, Jawa Timur, Jumat, 2 Mei 2025, dilansir Antara.

Dia mengatakan kebijakan memasukkan anak bermasalah ke dalam barak TNI meski tujuannya untuk pendidikan, tetapi sebisa mungkin dilakukan pengkajian mendalam terhadap konsep pelaksanaannya.

"Catatannya adalah harus hati-hati, yang namanya mendidik itu bukan hanya sekadar melatih kedisiplinan, tetapi ada unsur psikologis dan kepribadian yang juga harus diperhatikan," tutur dia.

Pola pendidikan, ia melanjutkan, harus lebih menekankan pada pendekatan kekeluargaan, membangun interaksi antara peserta, pemerintah daerah pemilik kebijakan, dan pihak yang bertugas menangani anak-anak tersebut.

"Betul-betul dimatangkan bagaimana konsepnya, unsur pendekatan yang sifatnya kekeluargaan. Selain melengkapi pembinaan disiplin itu tadi," kata Bima.

Bahkan, Bima menyatakan sebagaimana pengalaman yang didapatkannya ketika mengikuti retret kepala daerah beberapa waktu lalu di Akademi Militer, para peserta mendapatkan materi soal penguatan dari sisi membangun hubungan kekeluargaan dengan jajaran kementerian dan lembaga (K/L).

"Di sana kami mendapatkan kekeluargaan, ada team building. (Memasukkan anak bermasalah ke barak) tempatnya boleh saja di barak tetapi di sana hendaknya disusun konsep yang juga melibatkan bimbingan atau konseling," ujar dia.

Wali Kota Depok Berharap Tak Banyak Anak di Wilayahnya yang Masuk Kategori Nakal

Sementara itu, pemerintah Kota Depok belum melaksanakan kebijakan baru Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk mengirim anak nakal ke barak militer. Wali Kota Depok Supian Suri mengatakan, mereka masih menjajaki soal anggaran dan akan belajar dari Kabupaten Purwakarta yang telah melaksanakan program tersebut.

"Kami coba pelajari yang digulirkan oleh Purwakarta. Nanti seperti apa, ya mudah-mudahan juga bisa kami implementasikan di Kota Depok," Kata Supian, Jumat, 2 Mei 2025.

Supian berujar, berdasarkan kajian awal ada dua opsi, yakni membuat seperti di Purwakarta atau bergabung di sana. "Pilihannya ya dua itu dari kajian awal kami," kata Supian. 

Kendati demikian, Supian berharap tidak banyak anak di Depok yang masuk kategori nakal dan harus mengikuti pembinaan semi-militer seperti di Purwakarta. "Sehingga kami cukup mengirimkan, biar enggak terlalu harus buat punya sekolah masing-masing seperti itu," kata Supian. 

Supian mengatakan pihaknya segera membahas dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). 

"Jadi teman-teman masih menjajaki, apakah kita perlu bangun sendiri atau buat sendiri, atau kami cukup mengirimkan saja. Ya, mudah-mudahan, InsyaAllah enggak harus ada yang masuk sekolah di sana ya," ucap Supian.

Daniel Ahmad Fajri dan Ahmad Fikri berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan editor: Kekerasan Terhadap Jurnalis saat Hari Buruh, KKJ Desak Kapolri Proses Hukum Anggotanya

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |