Review Film Mungkin Kita Perlu Waktu: Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga

5 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Film Mungkin Kita Perlu Waktu merupakan karya terbaru dari Teddy Soeriaatmadja. Sebuah drama keluarga yang dibintangi Bima Azriel, Tissa Biani, Sha Ine Febriyanti, dan Lukman Sardi. Film hasil kolaborasi dari Adhya Pictures, Kathanika Film, dan Karuna Pictures ini dijadwalkan tayang di bioskop mulai Kamis, 15 Mei 2025.

Pilihan Editor: Sisi Eksploratif Sutradara Teddy Soeriaatmadja

Mungkin Kita Perlu Waktu menceritakan sebuah keluarga yang berjuang menghadapi traumanya. Kepergian Sara, anak sulung, membuat keluarga tersebut sangat terpukul. Ombak, sang adik mengalami depresi dan selalu menyalahkan dirinya sendiri. Kasih, sang ibu masih belum menerima kenyataan. Sedangkan Restu, sang ayah, berjuang sekuat tenaga untuk memastikan keluarganya baik-baik saja.

Review Mungkin Kita Perlu Waktu

Penggambaran suasana di awal cerita tidak terlalu detail, namun cukup membuat penonton paham dengan apa yang terjadi dan tidak membingungkan. Suasana canggung dan tegang dalam keluarga tersebut ditampilkan dengan baik. Bima Azriel memerankan karakter Ombak menampilkan perasaan gelisah, perubahan mood, marah dengan totalitas. Hal tersebut membuat penonton bisa merasakan apa yang ia rasakan.

Sha Ine Febriyanti memainkan peran ibu yang masih belum bisa menerima kenyataan dengan baik. Ekspresi, gerak tubuh, intonasi bicaranya sangat menggambarkan seorang yang masih memproses apa yang sudah terjadi. Sedangkan Lukman Sardi yang memerankan sosok ayah terdapat beberapa bagian yang kurang memuaskan. Meski demikian kerja sama ketiganya memberikan hasil yang baik.

Penampilan Asri Welas sebagai psikolog Nana cukup memuaskan. Meski bagiannya tidak terlalu banyak, namun perannya cukup penting. Ia bisa membuat sedikitnya waktu menjadi penampilan yang berkesan. Tissa Biani menampilkan sikap ceria dan memancarkan aura positifnya, ia menutupi rasa sakit yang dirasakan.

Plot yang disajikan cukup rapi. Meski topik yang diangkat cukup berat, namun berhasil dikemas dengan baik sehingga tiap adegannya dapat dipahami oleh penonton. Melalui konflik-konflik yang disajikan, penonton diajak memahami dinamika keluarga secara lebih mendalam dan melihat bahwa setiap masalah selalu memiliki jalan keluar jika dihadapi bersama. Menariknya lagi, film ini tidak terlalu banyak backsound di setiap adegannya, sehingga penonton dapat ikut merasakan emosi yang dirasakan oleh para pemain. Dialog yang disampaikan oleh para pemain terdengar natural, seperti dalam kehidupan sehari-hari.

Alur yang Cukup Lambat

Meskipun alur ceritanya cukup rapi dan tersusun dengan baik, ritme penceritaannya terasa lambat, sehingga cukup lama untuk mencapai klimaks. Hal ini membuat beberapa adegan cerita terasa kurang menggugah dan cenderung membosankan bagi penonton yang mengharapkan ketegangan atau kejutan sejak awal.

Selain itu, terdapat beberapa adegan yang terlalu mudah ditebak arahnya, sehingga mengurangi elemen kejutan dalam cerita. Tidak adanya plot twist atau perubahan arah cerita yang signifikan juga membuat narasi terasa datar. Meski demikian penyelesaian dalam cerita ini bisa diterima dengan baik dan masuk akal, tidak terlalu memaksakan. Semua mengalir dengan baik. 

Secara keseluruhan, drama keluarga ini merupakan tontonan yang sangat cocok dinikmati bersama keluarga, terutama bagi mereka yang menyukai kisah-kisah yang emosional. Tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan kesadaran pada penonton tentang pentingnya komunikasi dalam keluarga, saling memahami, dan berdamai dengan keadaan. Masih banyak pesan yang bisa diambil dan dipelajari. Meski demikian, perlu dicatat bahwa film ini mendapat rating 17+ karena terdapat penggunaan kata-kata kasar dan beberapa adegan kekerasan.

SOFWA NAJLA TSABITA SUNANTO

Pilihan Editor: Sha Ine Febriyanti, Treking Nyeker di Badui

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |