Sejumlah Catatan Ombudsman atas Pelaksanaan MBG

6 hours ago 8

OMBUDSMAN Republik Indonesia membeberkan sejumlah catatan hasil pengawasan terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis atau MBG. Catatan tersebut disampaikan Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers bersama Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana di kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu, 14 Mei 2025.

Dalam kesempatan itu, Ombudsman menyatakan kesiapan dan komitmennya mengawasi menu dan yayasan pengelola program MBG. “Akan konsentrasi di apakah semua SOP (standar operasional prosedur) sudah dijalankan oleh yayasan. Kedua, akan berfokus untuk melihat apakah menu yang disajikan sudah sesuai juga dengan SOP-nya,” ujar Yeka.

Yeka menjelaskan, untuk saat ini, Ombudsman belum dapat mengawasi pelaksanaan MBG di 38 provinsi, karena terbatasnya jumlah kantor perwakilan Ombudsman di Tanah Air. Ombudsman akan mengawasi MBG di 34 provinsi, di mana sudah terdapat kantor perwakilan Ombudsman.

Dia mengatakan Ombudsman tidak berfokus mengawasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk program MBG, karena bukan ranah institusinya.

Adapun Dadan menuturkan BGN meminta Ombudsman lebih intens mengawasi pelaksanaan MBG, terutama di seluruh satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG). Dia menyebutkan BGN sangat terbuka untuk diawasi setiap saat oleh Ombudsman.

“Dua hal yang bisa dilakukan di sana. Pertama, adalah pengawasan penggunaan keuangan. Kedua, adalah penerapan SOP terkait dengan produksi makanan yang akan dibagikan kepada penerima manfaat,” ujar Dadan.

Berikut sejumlah catatan Ombudsman terhadap program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu.

MBG Tidak Didukung Anggaran Memadai

Salah satu temuan penting dari asesmen yang dilakukan Ombudsman terhadap program MBG adalah tidak adanya transparansi mengenai pembiayaan. “Selama Januari-April ini, kami catat banyak persoalan di lapangan, karena Ombudsman melihat program ini tidak didukung oleh kebijakan anggaran yang memadai,” tutur Yeka.

Yeka menuturkan BGN memberikan penjelasan hal itu terjadi karena kurangnya persiapan pemerintah dalam melaksanakan program. Perencanaan anggaran program MBG yang seharusnya siap pada Desember 2024 ternyata tidak tuntas.

Namun program MBG tetap harus berjalan pada Januari 2025 karena tensi politik yang tinggi. “Oleh karena itu, jalan yang harus dilakukan BGN adalah program ini harus running dengan berbagai keterbatasan yang ada,” kata Yeka.

Munculnya Calo yang Memanfaatkan MBG

Yeka menyebutkan ketidaksiapan pemerintah dalam mengelola anggaran MBG menyebabkan munculnya ‘calo-calo’ atau pihak ketiga yang memanfaatkan program ini untuk kepentingan pribadi. “Jadi seharusnya antara yayasan dan pemilik dapur, ternyata saya melihat ada bergentayangan calo-calo yayasan,” kata dia.

Ombudsman mengusulkan pemerintah melalui Kementerian Hukum mempermudah pemberian izin yayasan guna memperkecil celah munculnya pihak ketiga. “Khususnya bagi masyarakat yang sudah memiliki kesiapan berkontribusi dalam membangun dapurnya,” kata dia.

Sementara itu, Dadan mengatakan pihaknya sudah membenahi mekanisme pembayaran. Kini, pembayaran kepada SPPG dilakukan di muka secara daring.

“Jadi biaya untuk 10 hari ke depan itu sudah ditransfer dari awal. Dan nanti 5 hari berikutnya, SPPG mengajukan anggaran untuk 10 hari berikutnya lagi,” ujar Dadan. Dia juga memastikan, saat ini, seluruh utang pemerintah kepada SPPG sudah lunas. 

Dengan mekanisme tersebut, Dadan optimistis tidak akan ada lagi ‘calo-calo’ yayasan yang menyebabkan terjadinya kisruh soal pembayaran. Dadan juga berjanji akan terus melakukan perbaikan seiring dengan pelaksanaan program MBG. “Kami berharap Ombudsman bisa lebih intens terlibat, terutama di seluruh SPPG yang sudah dan akan jalan nanti,” kata dia.

Pembiayaan At Cost MBG Tutup Ruang Penyelewengan

Menurut Yeka, pembiayaan secara at cost atau sesuai dengan bukti pengeluaran yang sah untuk program MBG dapat menutup ruang main-main atau penyelewengan. “Ombudsman melihat bahwa yang at cost ini tidak ada ruang untuk main-main,” ujar Yeka, seperti dikutip dari Antara.

Karena itu, dia berharap peluang korupsi semakin ditutup dengan berbagai mekanisme pertanggungjawaban yang telah diatur oleh BGN.

Sementara itu, dia menjelaskan pembiayaan at cost untuk MBG diatur maksimal Rp 15 ribu yang terdiri atas Rp 2.000 untuk sewa dapur, Rp 3.000 biaya operasional, dan Rp 10 ribu makanan. “Artinya, kalau biaya operasionalnya Rp 2.500, maka itu nanti yang akan dibayarkan,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan, bila biaya makanan seporsinya adalah Rp 9.000, maka yang dibayarkan kepada SPPG adalah Rp 9.000. Tidak kurang maupun lebih, atau at cost. “Kalau masaknya Rp 8.000, ya dibayarkan Rp 8.000, dan itu untuk setiap level pendidikan berbeda-beda, untuk SD, SMP, dan SMA,” kata dia.

Minta SPPG Patuhi SOP Makan Bergizi Gratis

Ombudsman juga meminta seluruh SPPG mematuhi SOP program MBG. Yeka mengatakan mematuhi SOP MBG menjadi penting karena menjaga kualitas makanan merupakan hal yang sangat krusial.

“Ombudsman mendorong agar SOP itu tetap dilaksanakan oleh semua satuan pelayanan dapur yang ada di daerah, dan untuk mencegah agar tidak terjadi lagi persoalan dampak dari kualitas,” ujar Yeka.

Mengenai kejadian keracunan MBG, Yeka mengatakan Ombudsman telah menerima laporan dari Kepala BGN perihal langkah pembenahannya. “Mulai dari dua minggu yang lalu, Kepala BGN sudah melakukan pembenahan untuk lebih memperketat, dan sampai sekarang kami melihat progresnya semakin membaik,” ujarnya.

Sarankan BGN Tambah Personel Verifikasi Mitra SPPG

Yeka menyarankan BGN menambah personel verifikasi mitra SPPG. “Saran dari Ombudsman agar BGN segera meningkatkan personel untuk memverifikasi sehingga bisa mengakselerasi target SPPG ini,” ujar Yeka.

Dia menjelaskan saran tersebut disampaikan setelah Ombudsman melihat data mengenai jumlah yayasan atau mitra SPPG yang masih perlu diverifikasi oleh BGN pada rapat koordinasi tersebut. Lebih lanjut, dia menuturkan BGN pada 2025 menargetkan pembentukan 30 ribu SPPG.

Dari puluhan ribu SPPG itu, kata dia, sebanyak 2.000-an akan dibangun dengan APBN, dan sekitar 28 ribu dibentuk oleh yayasan atau mitra. “Dari 28 ribu mitra, hingga saat ini baru direalisasikan atau yang sudah jalan itu sebanyak 1.335 SPPG,” katanya.

Dengan demikian, kata dia, BGN perlu penambahan personel untuk memverifikasi sebanyak 26.700-an yayasan atau mitra SPPG tersebut.

Dede Leni Mardianti  dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Pemilu Raya PSI dan Peluang Jokowi Jadi Calon Ketua Umum

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |