Tarif 100 Persen untuk Film Non-Hollywood, Siapa yang Terdampak?

15 hours ago 11

PRESIDEN Donald Trump masih belum puas dengan pemberlakuan tarifnya pada sektor-sektor manufaktur. Minggu, 4 Mei 2025, ia mengumumkan niatnya untuk memulai proses pengenaan tarif 100 persen untuk setiap film non-Hollywood, Axios melaporkan.

Hingga saat ini, sengketa perdagangan Trump sebagian besar menargetkan industri tradisional seperti baja, aluminium, dan mobil. Memperluas tarif untuk mencakup kekayaan intelektual seperti film menimbulkan tantangan yang kompleks, terutama karena banyak produksi yang dibuat di berbagai negara. Langkah ini dapat mengganggu sektor-sektor yang biasanya tidak terlibat dengan kebijakan perdagangan internasional.

Apa yang Sebenarnya Dikatakan Trump?

Dalam sebuah postingan di Truth Social, Trump menyatakan keprihatinannya bahwa industri film Amerika menurun drastis karena negara-negara lain menawarkan insentif yang menarik para pembuat film dan studio untuk menjauh dari Amerika. Dia menggambarkan tren ini sebagai upaya terkoordinasi oleh negara-negara asing dan melabelinya sebagai ancaman keamanan nasional, dan menambahkan bahwa hal ini juga merupakan bentuk pesan dan propaganda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Trump mengumumkan bahwa ia akan menginstruksikan Menteri Perdagangan dan Perwakilan Dagang AS untuk memberlakukan tarif pada semua film yang masuk ke AS yang diproduksi di luar negeri.

Karena biaya produksi film laris Hollywood telah meningkat, banyak produser telah beralih ke lokasi yang lebih terjangkau di luar AS. Menurut laporan New York Times baru-baru ini, industri film Amerika telah kehilangan lebih dari 18.000 pekerjaan di dalam negeri dalam tiga tahun terakhir.

Apa Definisi Film Asing dalam Industri Global?

Salah satu pertanyaan utama adalah: apa yang memenuhi syarat sebagai film asing? Menurut Al Jazeera, dalam industri film yang mengglobal saat ini, produksi sering kali melintasi batas negara dalam hal pembiayaan, pembuatan film, dan talenta. Sebagai contoh, banyak film Hollywood yang dibiayai di Amerika Serikat, namun syutingnya dilakukan di luar negeri dengan kru internasional.

Contohnya Wicked, yang diperkirakan akan menjadi salah satu film dengan pendapatan tertinggi pada 2024, yang difilmkan di Studios Elstree di Hertfordshire, Inggris. Beberapa bagian dari film Barbie (2023) karya Greta Gerwig juga dibuat di studio Leavesden milik Warner Brothers di Hertfordshire, yang menyumbangkan lebih dari 80 juta poundsterling (106 juta dolar AS) bagi perekonomian Inggris serta mendukung lapangan kerja dan bisnis lokal.

Demikian pula, pada 2023, studio yang sama di Inggris diubah menjadi pabrik cokelat Willy Wonka untuk film Wonka karya Paul King. Australia juga menjadi tuan rumah untuk beberapa produksi AS tahun lalu, seperti The Fall Guy yang dibintangi Ryan Gosling dan Kingdom of the Planet of the Apes. Pemerintah Australia memberikan insentif kepada proyek film besar dengan potongan harga 30 persen di bawah skema penggantian biaya lokasi, sebuah strategi yang ditiru oleh Selandia Baru.

Film horor Gothic Amerika, Nosferatu (2023), difilmkan di Praha, Republik Ceko. Produksi AS lainnya telah menggunakan lokasi di Selandia Baru, Spanyol, dan Jerman.

Sebaliknya, banyak film non-Amerika yang melakukan pengambilan gambar di AS. Film-film laris Bollywood telah menampilkan situs-situs ikonik Amerika seperti Jembatan Brooklyn, pantai-pantai di Miami, dan lingkungan Chicago, sehingga meningkatkan pariwisata. Apakah film-film ini akan diklasifikasikan sebagai "asing" di bawah rencana tarif masih belum jelas.

Seberapa Pentingkah Pasar AS bagi Film Asing?

Film-film India, misalnya, menghasilkan pendapatan yang signifikan secara internasional. Film Dangal yang dirilis pada 2016, tentang dua orang kakak beradik pegulat terkenal di India, menghasilkan sekitar 12,4 juta dolar AS di AS dan Kanada. Film-film India biasanya menghasilkan sekitar 100 juta dolar di box office AS. Asishar, seorang produser dari persatuan film India, mencatat bahwa pasar diaspora - yang sensitif terhadap harga tiket - telah menjadi sumber pendapatan utama. Pembuat film Vivek Agnihotri menyatakan bahwa tarif dapat menaikkan harga tiket, mendorong para penonton ke platform streaming seperti Netflix dan Amazon.

AS menjadi tuan rumah bagi 5,4 juta orang keturunan India, diaspora India terbesar di seluruh dunia. Tetapi bukan hanya film India yang berkembang di sini. Film-film Korea Selatan juga meraih kesuksesan, misalnya, film animasi The King of Kings yang menghasilkan 54,7 juta dolar AS di bulan April, melampaui pendapatan Parasite yang hanya menghasilkan 53,8 juta dolar AS di box office AS.

Sebaliknya, film-film Cina tidak terlalu bergantung pada penonton AS karena kendala bahasa. Film animasi Ne Zha 2 memecahkan rekor di Cina dengan pendapatan $1,9 miliar, hampir semuanya berasal dari daratan Cina. Film komedi Cina Yolo, yang menduduki peringkat ke-14 film terlaris di tahun 2024, hanya menghasilkan $2 juta di AS.

Apakah Hollywood Benar-benar "Sekarat"?

Hollywood telah menghadapi berbagai rintangan baru-baru ini, termasuk pandemi COVID-19. Pada 2024, studio-studio film menghasilkan sekitar $30 miliar secara global, turun 7 persen dari tingkat sebelum pandemi, menurut Gower Street Analytics. Meskipun lebih baik dari tahun 2020-2022, pendapatan tetap sekitar 20 persen di bawah rata-rata sebelum pandemi.

Pada 2023, para penulis dan aktor Hollywood melakukan mogok kerja untuk menuntut kondisi kerja yang lebih baik dan perlindungan terhadap penggunaan AI, yang untuk sementara waktu menghentikan produksi dan menyebabkan PHK.

Pada Januari, kebakaran hutan melanda beberapa bagian Los Angeles, merusak lokasi syuting dan membuat para aktor kehilangan tempat tinggal.

Banyak pihak di industri ini yang berunjuk rasa untuk mengembalikan produksi ke Hollywood, mendesak anggota parlemen California dan Gubernur Gavin Newsom untuk meningkatkan insentif pajak. Mereka berpendapat bahwa Hollywood mendukung banyak pekerja kelas menengah dan pekerja lepas, ditambah lagi dengan bisnis lokal yang dirugikan oleh penurunan produksi.

Dikutip Al Jazeera, pembuat film Sarah Adina Smith, penyelenggara kampanye "Stay in LA", memperingatkan, "Jika kita tidak menghentikan pendarahan, Los Angeles berisiko menjadi seperti Detroit."

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |