TEMPO.CO, Bengkalis - Sekat Bakau, kelompok masyarakat peduli mangrove Desa Buruk Bakul, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau, menanam 200 bibit mangrove pada Minggu 18 Mei 2025. Diguyur gerimis, kegiatan itu diikuti sejumlah murid sekolah dasar setempat, pemerintah desa dan kecamatan, serta pegiat lingkungan lokal hingga internasional.
Kelompok Sekat Bakau memulihkan pesisir Desa Buruk Bakul dengan swadaya mulai 2020. Mereka awali dengan membibit. Pada 2023, Aramco Asia Singapora melalui Global Environment Center dan Yayasan Gambut mendukung upaya pemulihan pesisir tersebut. Sekarang, kelompok ini telah memproduksi 35 ribu dan menanam 27 ribu bibit mangrove.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada fase 1 dan 2 selama program berjalan, setidaknya lebih dari separuh bibit tertanam dinilai berhasil berkembang dengan baik. Sebagian besar yang mati alias gagal tumbuh berada di tepi pantai atau berhadapan langsung dengan ombak. Seluruh areal kritis yang telah dikerjakan lebih kurang empat hektare di lima lokasi dengan jarak tanam rapat.
Kelompok Sekat Bakau, juga menjual bibit mangrove. Setidaknya sudah 3 ribu bibit dilepas ke sejumlah pembeli. Saat ini, tersedia sekitar 5 ribu bibit mangrove.
“Kami berharap GEC (Global Environment dan Center), YG (Yayasan Gambut), dan Aramco tetap mendampingi agar kami lebih mandiri ke depan,” kata Khaidir, Ketua Kelompok Sekat Bakau.
Sejumlah dampak telah dinikmati selain pemulihan ekosistem pesisir. Khaidir menerangkan, Sekat Bakau kini memiliki uang kas Rp 20 juta serta aset berupa kempang atau perahu mesin. Perempuan Sekat Bakau mengolah buah mangrove menjadi peyek, kerupuk, dan sirup kedabu. Masyarakat Buruk Bakul juga mulai mencari udang, lokan dan kepiting di sekitar mangrove yang mulai tumbuh.
"Ini bukan hanya menanam, tapi soal dampak ekologi dan ekonomi yang kini sudah mulai dirasakan," kata Direktur Yayasan Gambut, Mulyadi. Menurut dia, bukan hanya kelompok Sekat Bakau, masyarakat pun mulai bergantung dengan mangrove. "Upaya reboisasi diharapkan tekoneksi dengan perbaikan ekonomi. Tidak hanya mangrove tapi juga ekosistem sekitar," kata Mulyadi lagi.
Manager FCP-GEC Nagarajan Rengasamy mengatakan kelompok Sekat Bakau telah turut mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan. Diantaranya, no poverty; zero hunger; decent work and economic growth, climate action; life bellow water; life on land and partnership for the goals. "Think global act local," kata dia.
Tantangan Pemulihan Mangrove di Buruk Bakul
Meski begitu, Khaidir juga mengatakan bahwa memulihkan mangrove di Buruk Bakul tak lepas dari tantangan. Bibit mangrove produksi kelompok Sekat Bakau terkadang terlanjur tumbuh besar dan menjelang ada pembeli tidak layak tanam lagi.
"Bibit yang sudah besar akan stres sehingga akarnya putus ketika dicabut dari nursery," katanya. Untuk mengakalinya, Kelompok Sekat Bakau hanya menyediakan tiga sampai lima ribu bibit.
Hambatan lain, adalah masalah teritip. Meski dapat ditangani, sudah sering bibit mangrove di tempat pembibitan diserang hama tersebut.
Hambatan lainnya, gelombang dan ombak besar yang membuat bibit mangrove tak dapat bertahan lama setelah ditanam. Untuk mengatasi ini, kelompok Sekat Bakau dengan pendanaan Aramco, telah membangun pemecah ombak dari material nibung. Sedimentasi yang dihasilkan akan menjadi areal tanam mangrove jenis-jenis api-api.
Selain dengan faktor alam, Sekat Bakau mesti bernegosiasi dengan pemilik lahan ketika memilih lokasi yang hendak dipulihkan dengan tanaman mangrove. Pasalnya kebanyakan areal pesisir Buruk Bakul telah ada pemiliknyai. Umumnya orang luar desa.
Tempat pembibitan pun menumpang di lahan pemerintah. Kabar terbru, diungkap Khaidir, Dinas Perhubungan Bengkalis akan bangun pelabuhan di lokasi tersebut. Terpaksa, mereka harus bersiap pindah.
“Karena itu ngah (saya) bersikeras dan semangat mau menghutankan kembali laut yang dahulunya hutan mangrove. Kalau itu berhasil barulah kami punya wilayah kelola,” tutur Khaidir.
Luas mangrove di Buruk Bakul tersisa lebih kurang 200 hektare. Sementara itu, laju abrasi mencapai dua sampai empat meter per tahun. Usaha kelompok Sekat Bakau memulihkan kembali pesisir Pulau Sumatera itu seperti berpacu dengan perubahan iklim.
Usaha itu mendapat dukungan dari Camat Bukit Batu Acil Esyno yang mengakui kalau masalah di Bengklis adalah abrasi hampir ratusan kilometer. "Harus ada kepedulian bersama untuk jaga bibir pantai. Kalau tidak, dalam 50 tahun ke depan, saya rasa Jalan Sudirman bisa masuk air pasang," ujar dia.