Daftar Aset Tambang Ilegal di Pangkal Pinang yang Diserahkan ke PT Timah

2 hours ago 9

Presiden RI Jenderal (Purn) Prabowo Subianto menyaksikan secara langsung Penyerahan Aset Barang Rampasan Negara (BRN) kepada PT Timah Tbk di Smelter PT Tinindo Internusa, Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Senin (6/10/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, PANGKAL PINANG -- Presiden RI Jenderal (Purn) Prabowo Subianto menyaksikan secara langsung Penyerahan Aset Barang Rampasan Negara (BRN) kepada PT Timah Tbk. Prosesi itu digelar di Smelter PT Tinindo Internusa, Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Senin (6/10/2025).

Penyerahan aset dilakukan secara berjenjang, dimulai dari Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazar. Dilanjutkan dari Wamenkeu Suahasil kepada CEO Danantara Rosan Perkasa Roeslani, dan akhirnya dari CEO Danantara kepada Direktur Utama PT Timah Tbk Brigjen (Purn) Restu Widiyantoro.

Prabowo menyaksikan momen bersejarah tersebut yang menandai langkah besar pemerintah dalam memulihkan kerugian negara akibat praktik tambang ilegal di kawasan PT Timah. "Pagi hari ini saya ke Bangka. Tadi bersama-sama kita menyaksikan penyerahan rampasan negara dari perusahaan-perusahaan swasta yang melaksanakan pelanggaran hukum," ujarnya kepada awak media usai acara.

Prabowo menyebut, nilai aset smelter tambang timah ilegal yang berhasil disita dan diserahkan ke negara mencapai Rp 6 triliun hingga Rp7 triliun. Nilai tersebut belum termasuk tanah jarang (rare earth/monasit) yang nilainya bisa jauh lebih besar.

"Nilainya dari enam smelter dan barang-barang yang disita mendekati enam sampai tujuh triliun. Tapi, tanah jarang yang belum diurai, mungkin nilainya lebih besar, sangat besar, tanah jarang. Monasit ya, monasit itu satu ton itu bisa ratusan ribu dolar, 200 ribu dolar," ucap Prabowo.

Menurut dia, total kerugian negara akibat kegiatan tambang ilegal di kawasan PT Timah ini telah mencapai sekitar Rp 300 triliun. Jumlah yang mencerminkan besarnya kebocoran kekayaan negara yang harus segera dihentikan. "Kita bisa bayangkan kerugian negara dari enam perusahaan ini saja, kerugian negara total Rp 300 triliun. Kerugian negara sudah berjalan Rp 300 triliun, ini kita berhentikan," ujarnya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |