Kasus Toko Mama Khas Banjar, Menteri UMKM Minta Sanksi Pidana Jadi Opsi Terakhir

5 hours ago 8

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman meminta agar perkara Toko Mama Khas Banjar, bisa dilihat secara proporsional. Alih-alih sanksi pidana, dia lebih mengedepankan pada sanksi administratif terhadap toko milik Firly Norachim itu. 

Toko tersebut dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, karena tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa pada produknya. "Saudara Firly tentunya layak untuk diberikan pembebasan, karena pelanggaran bersifat administratif, bukan pidana, demi menjaga iklim usaha dan pembangunan ekonomi nasional," ujar Maman dalam rapat bersama Komisi III DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Mei 2025, yang juga disiarkan langsung oleh TVR Parlemen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Maman menuturkan, Kementerian UMKM lebih menekankan kepada keadilan subtantif. Namun, karena kasus tersebut sudah masuk meja persidangan, maka sudah menjadi ranah hakim dan dia tak mau intervensi terhadap keputusan pengadilan.

Akan tetapi, dia meminta agar sanksi pidana menjadi opsi terakhir dalam kasus ini. "Proses penegakan hukum pidana dalam konteks untuk usaha mikro mohon dijadikan sebagai pilihan yang terakhir dan lebih mengedepankan dalam konteks pembinaan dan sanksi administratif," ujar Maman.

Politikus Partai Golkar itu mengungkapkan, sektor UMKM memberikan kontribusi 60 persen terhadap PDB Indonesia. Selain itu, UMKM juga berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja sekitar 97 persen. Sektor UMKM, kata dia, menjadi tulang punggung ekonomi negara.

"Kementerian UMKM melihat konteks Mama Khas Banjar dalam perspektif yang jauh lebih luas dan besar, karena sektor mikro kecil kita adalah backbone ekonomi negara," kata dia. 

Maman menyebut dia tak mau memperdebatkan siapa yang salah dan yang benar dalam kasus ini. Sebab, menurut dia, setiap pihak punya pendekatan masing-masing. Dia menyatakan kasus ini menjadi momentum untuk memahami bahwa konteks Undang-Undang Perlindungan Konsumen relatif sulit untuk diterapkan dalam kasus usaha mikro dan kecil. 

Menurut Maman, Kementerian UMKM melihat kasus ini dalam perspektif yang lebih luas. Bila UU Perlindungan Konsumen diteapkan 100 persen, maka akan muncl lagi perdebatan dan permasalahan serupa di kemudian hari. Hal ini, kata dia, karena ujung pangkal dari masalah Toko Mama Khas Banjar adalah perdebatan antara penggunaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen atau Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. 

"Selama ini, Kementerian UMKM lebih mengedepankan penegakan hukum dalam konteks Undang-Undang tentang Pangan. Mari coba lihat proses penegakan hukum mana yang lebih arif dan bijaksana, yang bisa memiliki implikasi positif terhadap ekonomi nasional kita," tutur dia.

Di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha yang melanggar ketentuan akan dijatuhi hukuman pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar. Maman mengatakan, Firly sudah mengakui kesalahannya tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa terhadap produknya. Menurut dia, tidak ada yang bisa dipersalahkan dalam konteks ini. 

"Saya yang bertanggung jawab penuh dalam permasalahan ini. Ini adalah salah satu bagian dari introspeksi diri Kementerian UMKM untuk menata perbaikan mekanisme, penertiban, perlindungan, dan pembinaan UMKM," kata Maman.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |