Kenali Gejala untuk Meminimalisir Faktor Risiko Pendarahan Otak

5 hours ago 8

TEMPO.CO, Jakarta - Komisaris Utama Narasi TV, Ibrahim Sjarief bin Husein Ibrahim Assegaf meninggal pada Selasa, 20 Mei 2025 di Rumah Sakit (RS) Pusat Otak Nasional Jakarta Timur.

Dilansir dari Antara, Selasa, 20 Mei 2025, penyebab meninggalnya Ibrahim diduga karena mengalami stroke yang mengakibatkan pendarahan otak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun almarhum dimakamkan di TPU Jeruk Purut, pada Rabu, 21 Mei 2025.

Dilansir dari Cleveland Clinic, Paul Saphier, pakar bedah saraf dan Coaxial Neurosurgical Specialists di New Jersey, Amerika Serikat, menjelaskan bahaya pendarahan otak atau stroke hemoragik, yang menjadi 10-15 persen kasus stroke. Pendarahan otak menyebabkan genangan darah di antara otak dan tulang tengkorak, yang menghalangi oksigen mengalir ke otak, 

Adapun, tingkat keparahan pendarahan otak tergantung pada penyebabnya, lokasi di dalam tengkorak, ukuran pendarahan, jumlah waktu antara pendarahan dan perawatan, usia, serta kesehatan secara keseluruhan. Setelah mati, sel-sel otak akibat pendarahan tidak dapat beregenerasi. Kerusakan bisa parah dan mengakibatkan kecacatan fisik ataupun mental.

Lebih lanjut, penyebab utama stroke hemoragik adalah tekanan darah tinggi, yang dapat melemahkan arteri di otak dan membuatnya lebih rentan pecah. Adapun, faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi seperti kelebihan berat badan, konsumsi alkohol berlebihan, merokok, kurangnya aktivitas fisik, stress, aneurisma otak (pelebaran seperti balon pada pembuluh darah otak) hingga kelainan pembuluh darah di otak.

Perlu diketahui, pendarahan otak memiliki beberapa gejala seperti tiba-tiba mengalami sakit kepala parah, mual, muntah, kebingungan, pusing, bicara tak jelas, mengantuk, dan kurang tenaga menurut Cleveland Clinic

Berdasarkan gejala-gejala yang ditimbulkan, jika ada jenis pendarahan otak yang dicurigai, dokter akan segera melakukan pemeriksaan.  Diagnosis biasa yang dilakukan dokter berdasarkan hasil dari pemindaian computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), atau magnetic resonance angiogram (MRA) otak. Tes pencitraan ini menentukan lokasi, luas, dan penyebab pendarahan.

Selain itu, ada tes lain yang dapat digunakan dokter untuk mengetahui pendarahan otak, di antaranya:

  • Elektroencefalogram, rontgen dada, atau urinalisis.
  • Studi vaskular lengkap, hitung darah lengkap (CBC), atau studi darah.
  • Ketukan tulang belakang untuk memeriksa cairan serebrospinal yang mengelilingi otak.
  • Angiografi konvensional untuk mengidentifikasi aneurisma atau malformasi arteriovenosa.

Merujuk webmd, sebagian besar kasus pendarahan otak terjadi karena faktor risiko tertentu. Sehingga, seseorang dapat meminimalkan risiko pendarahan otak dengan cara berikut:

  • Pengobatan tekanan darah tinggi. Studi menunjukkan bahwa 80 persen pasien pendarahan otak memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Karenanya penting untuk mengendalikan diri sendiri melalui diet, olahraga, dan mengonsumsi obat tertentu.
  • Hindari merokok.
  • Jangan mengonsumsi narkoba, misalnnya kokain yang dapat meningkatkan risiko pendarahan di otak.
  • Berkendara dengan hati-hati dan mengenakan sabuk pengaman.
  • Pakai helm saat mengendarai sepeda motor, sepeda, atau skateboard.
  • Ketahui operasi korektif jika menderita kelainan, seperti aneurisma, operasi dapat membantu mencegah pendarahan otak kelak.
  • Hati-hati dengan warfarin (obat mengatasi pembekuan darah). Jika menggunakan obat pengencer darah ini, tindak lanjuti secara teratur dengan dokter untuk memastikan kadar darah dalam dosis sesuai. 
Rachel Farahdiba Regar, Yayuk Widiyarti, dan Rehan Oktra Halim berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 

Pilihan editor:  Inul Daratista:Semangat Titiek Puspa Sulit Ditiru

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |