Ketua KPK Memastikan Tetap Berwenang Menindak Kasus Korupsi di BUMN

7 hours ago 10

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menyatakan lembaganya tetap memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan kasus korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). "KPK berpandangan bahwa komisi tetap memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh direksi atau komisaris atau pengawas di BUMN," kata Setyo dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 7 Mei 2025.

Dia memaparkan alasan KPK masih berwenang untuk menindak kasus korupsi di BUMN meski telah ada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN. Dalam konteks hukum pidana, menurut Setyo, status jajaran direksi tersebut masih tetap sebagai penyelenggara negara. Dia mengatakan selama terdapat kerugian di BUMN akan tetap menjadi kerugian negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sepanjang terdapat perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan atas prinsip Business Judgment Rule (BJR)," ucap dia.

Setyo mengatakan kewenangan KPK untuk tetap bisa menindak kasus korupsi di BUMN juga sejalan dengan Pasal 11 ayat 1 huruf a dan b UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia berujar wewenang tersebut juga terdapat pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XVII/2019.

Setyo menilai bahwa dalam keputusan MK ini terdapat kata “dan/atau” pada pasal 11 ayat 1 UU Nomor 19 tahun 2019 yang dapat diartikan secara kumulatif maupun alternatif. "Artinya, KPK bisa menangani kasus korupsi di BUMN jika ada penyelenggara negara, ada kerugian keuangan negara, atau keduanya," ucap Setyo.

Menurut dia, penindakan terhadap kasus korupsi di BUMN merupakan upaya agar perusahaan negara dapat melakukan tata kelola yang baik. Sehingga, kata Setyo, pengelolaan BUMN bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. "Pengelolaan BUMN sebagai kepanjangan tangan negara yang bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat tercapai," ujar dia.

Sementara itu, dia menyoroti pasal 9G UU BUMN yang berbunyi. "Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara." Setyo menilai pasal itu bertentangan dengan ruang lingkup penyelenggara negara. 

Dia mengatakan, selama ini lingkup penyelenggara negara tertuang pada Pasal 1 angka 1, Pasal 2 angka 7 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). "Keberadaan UU Nomor 28 Tahun 1999 merupakan hukum administrasi khusus berkenaan dengan pengaturan penyelenggara negara, yang memang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN," ucap Setyo.

Dia juga menilai bahwa status penyelenggara negara tidak hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN. Pemaknaan ini, kata Setyo, terdapat pada penjelasan di Pasal 9G UU BUMN yang berbunyi "Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang".

"Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa Anggota Direksi atau Dewan, Komisaris atau Dewan Pengawas BUMN tetap merupakan penyelenggara negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999," kata dia.

Selain itu, Setyo mengatakan, terdapat kewajiban yang harus dilakukan penyelenggara negara terhadap KPK. Kewajiban ini, kata dia, melakukan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan penerimaan gratifikasi kepada lembaganya.

KPK sedang mengkaji UU Nomor 1 Tahun 2025 yang berlaku sejak 24 Februari 2025 untuk mengubah UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Kajian ini dibutuhkan karena berdasarkan Pasal 9G UU tersebut, anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan lagi penyelenggara negara.

Dengan adanya ketentuan itu, KPK tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengawasi BUMN, khususnya yang berkaitan dengan penanganan korupsi. Karena itu KPK membutuhkan kajian agar dalam melaksanakan tugas nanti tidak menyalahi aturan. "Untuk melihat bagaimana kaitannya undang-undang tersebut dengan dengan tugas, fungsi dan kewenangan KPK," ucap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Senin, 5 Mei 2025.

Budi mengatakan, dalam kajian nanti KPK juga akan memperhatikan peraturan lain seperti Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hingga UU yang membahas tentang Keuangan Negara. "Termasuk Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," kata dia.

Dalam Pasal 3X ayat 1 UU BUMN disebutkan bahwa organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara. Kemudian pada Pasal 9G, disebutkan juga anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

Sementara itu, KPK bekerja berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa KPK berwenang menangani korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain berkaitan.

Adapun yang dimaksud penyelenggara negara dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 itu adalah pejabat yang menjalankan kekuasaan eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugasnya berkaitan dengan penyelenggara negara. Sehingga direksi dan komisaris BUMN masuk di dalamnya.

Pilihan Editor: Cara Kerja Algoritma Judi Online: Mengapa Pemain Selalu Kalah

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |