Konstruksi Kasus Bos Sritex: Kredit Macet Rp3,5 T, Negara Rugi Rp692 M

6 hours ago 7

Jakarta, CNN Indonesia --

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap duduk perkara kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari perbankan kepada PT Sritex.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menyebut kasus ini bermula ketika pihaknya menemukan adanya keganjilan dalam laporan keuangan Sritex pada tahun 2021.

Qohar mengatakan dalam laporan itu Sritex mencatat adanya kerugian pada perseroan sekitar Rp15,6 triliun. Padahal, kata dia, di tahun sebelumnya Sritex masih mampu meraih keuntungan sebesar Rp1,24 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi ini ada keganjilan dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan kemudian tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (21/5).

Setelahnya penyidik berfokus pada total nilai outstanding atau tagihan yang belum dilunasi Sritex hingga Oktober 2024 sebesar Rp3,58 triliun. Qohar menyebut tagihan itu berasal dari sejumlah bank daerah dan bank himpunan milik negara atau Himbara.

Rinciannya yakni kredit dari Bank Jateng sebesar Rp395 miliar; Bank BJB Rp543 miliar dan Bank DKI Rp149 miliar. Sementara sisanya Rp2,5 triliun berdasarkan dari bank sidikasi yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI dan LPEI.

"Selain kredit tersebut di atas PT Sri Rejeki Isman TBK juga mendapatkan pemberian kredit dari 20 bank swasta," jelasnya.

Dalam pemberian kredit itu, Qohar mengatakan terdapat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Direktur Utama Bank DKI periode 2020, Zainuddin Mappa; dan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB periode 2020, Dicky Syahbandinata.

Hal itu dikarenakan keduanya tidak melakukan analisa yang memadai dan mentaati prosedur pemberian kredit. Salah satunya yakni tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian dari lembaga. Tercatat , Sritex hanya memiliki predikat BB- atau memiliki resiko gagal bayar yang lebih tinggi.

"Padahal seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitor yang memiliki peringkat A," jelasnya.

Oleh karenanya, Qohar mengatakan pemberian kredit itu telah bertentangan dengan ketentuan standar operasional prosedur bank serta UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan sekaligus penerapan prinsip kehati-hatian.

Lebih lanjut, ia menjelaskan Dirut PT Sritex saat itu Iwan Setiawan Lukminto juga diduga tidak menggunakan uang kredit itu sesuai peruntukannya. Iwan malah menggunakan dana kredit tersebut untuk membayar utang dan membeli aset non produktif.

"Tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya, yaitu untuk modal kerja tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif," jelasnya.

"Itu utang PT Sritex kepada pihak ketiga. Untuk aset yang tidak produktif, antara lain dibelikan tanah. Ada beberapa tempat, ada yang di Jogja, ada yang di Solo," imbuhnya.

Atas perbuatannya, Qohar mengatakan negara diduga telah mengalami kerugian sebesar Rp692 miliar dari total outstanding sebesar Rp3,58 triliun.

"Mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara Sebesar Rp692.980.592.188 Dari total nilai outstanding atau target yang belum dilunasi Sebesar Rp3,58 triliun," jelasnya.

Dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan total tiga orang sebagai tersangka terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari perbankan kepada PT Sritex.

Ketiga tersangka itu merupakan Eks Dirut PT Sritex periode 2005-2022, Iwan Setiawan Lukminto; Direktur Utama Bank DKI periode 2020, Zainuddin Mappa; dan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB periode 2020, Dicky Syahbandinata.

(tfq/isn)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |