Rugikan Negara Rp 1,35 Triliun, Adik Jusuf Kalla Tersangka Korupsi Proyek PLTU 1 Kalbar

2 hours ago 6

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri mengungkapkan, kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat merugikan negara sebesar Rp1,35 triliun. Karena itu, penyidik Kortastipidkor Polri menetapkan sejumlah tersangka.

"Total kerugian keuangan negaranya itu Rp 1,35 triliun dengan kurs sekarang," kata Kepala Kortastipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).

Cahyono memaparkan, jumlah kerugian itu merupakan total loss (kerugian total) dengan rincian 62.410.523,20 dolar AS atau sekitar Rp 1,03 triliun dan Rp 323.199.898.518. Adapun kerugian tersebut didasarkan dari jumlah uang yang telah dikeluarkan PT PLN kepada pihak swasta, yaitu KSO BRN.

Dana itu dikucurkan untuk proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar berkapasitas output 2x50 megawatt (MW) yang tidak diselesaikan. "Untuk kontraknya sendiri ini sebenarnya EPCC, yaitu Engineering Procurement Construction Commissioning. Artinya, yang dihasilkan adalah output-nya. Karena output-nya tidak berhasil maka dalam konteks kerugian keuangan negara ini adalah total loss," kata Cahyono

Kerugian tersebut didasarkan hasilk pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada 22 Juli 2025. Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri Brigjen Totok Suharyanto mengungkapkan, penyidik telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus itu.

Mereka adalah Fahmi Mochtar (FM) selaku mantan direktur utama (dirut) PT PLN, Halm Kalla (HK) sebagai presiden direktur (presdir) PT BRN, RR selaku dirut BRN, dan HYL selaku dirut PT Praba Indopersada. HK merupakan adik Wapres RI periode 2004-2009 dan 2014-2019 M Jusuf Kalla.

Menurut Totok, dalam kasus itu, PT PLN pada 2008 mengadakan lelang untuk pembangunan PLTU 1 Kalbar di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalbar. Namun, sebelum pelaksanaan, terjadi pemufakatan untuk memenangkan PT BRN.

Dalam pelaksanaan lelang, KSO BRN-Alton-OJSC juga telah diatur agar diloloskan dan dimenangkan meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis. "Selain itu, diduga kuat bahwa perusahaan Alton-OJSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN," ucap Totok.

Kemudian, pada thun 2009, sebelum dilaksanakan penandatanganan kontrak, KSO BRN mengalihkan seluruh pekerjaan pembangunan kepada PT Praba Indopersada, termasuk penguasaan rekening KSO BRN, dengan kesepakatan pemberian imbalan kepada PT BRN. Selanjutnya, tersangka HYL diberi hak sebagai pemegang keuangan KSO BRN.

"Dalam hal ini diketahui bahwa PT Praba juga tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek PLTU di Kalbar," ungkap Totok.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |