Yogyakarta, CNN Indonesia --
Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi Soeharto alias Titiek Soeharto menilai pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) tak perlu disetop meski evaluasi pada program ini usai kasus keracunan tengah bergulir.
"Ya enggak usah semua diberhentikan, kan di Jogja ini kan enggak ada masalah, mosok diberhentiin kan kasihan. Jadi yang ada masalah-masalah yang dievaluasi," kata Titiek usai meninjau pelaksanaan MBG di SDN Pujokusuman I, Kota Yogyakarta, DIY Selasa (7/10).
Titiek mengatakan kasus keracunan di suatu wilayah mestinya membuat Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) lain lebih berhati-hati dalam menyiapkan atau menyajikan MBG di wilayah masing-masing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Paling penting, menurut Titiek, adalah bagaimana SPPG itu secara sadar akan standar kebersihan, pola masak atau penyajian dari setiap MBG yang disalurkan kepada penerima manfaat.
Dia menggarisbawahi jika setiap SPPG juga harus mengantongi beberapa persyaratan untuk bisa beroperasi, salah satunya adalah Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS).
"Yang penting higienis harus diutamakan untuk anak-anak. Cuci piringnya harus bersih, kemudian masak juga harus diperhitungkan, jangan masaknya itu tengah malam nanti pagi-pagi pas makan udah basi itu harus benar-benar diawasi," ujarnya.
Lagipula, lanjut Titiek, pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) juga sudah memberikan sanksi berupa penonaktifan SPPG yang bermasalah.
"Ini menyangkut nyawa begitu banyak anak-anak harus benar-benar diawasi, dia harus punya tanggungjawab," katanya.
Pernyataan Titiek ini sejalan dengan arahan instruksi Presiden RI, Prabowo Subianto yang disampaikan oleh kepala BGN, Dadan Hindayana.
Dadan mengatakan, Prabowo tetap memerintahkan agar program MBG dilanjutkan meski kasus keracunan masih marak terjadi.
"Yang terkait dengan kegiatan MBG, saya tetap diperintahkan oleh Pak Presiden (Prabowo) untuk melakukan percepatan-percepatan karena banyak anak, banyak orang tua yang menantikan terkait kapan menerima Makan Bergizi Gratis," ujar Dadan dalam konferensi pers di Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Kamis (2/10).
"Di luar perintah itu saya tetap melaksanakan, kecuali nanti Pak Presiden mengeluarkan perintah lain," imbuhnya.
Sebelumnya, ramai desakan untuk menyetop atau menutup seluruh SPPG imbas masih terus bermunculannya kasus keracunan imbas MBG. Tuntutan salah satunya datang dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).
JPPI mencatat hingga kini lebih dari 10 ribu lebih anak jadi korban keracunan MBG. Mereka mencatat korban keracunan naik menjadi 1.833 anak atau lebih tinggi dari angka keracunan rata-rata sebanyak 1.531 anak per Minggu pada September. Padahal, BGN mengklaim telah menonaktifkan beberapa SPPG mulai Senin (29/9).
Jumlah tersebut menambah total korban keracunan MBG hingga 4 Oktober 2025 menjadi 10.482 anak.
Tak sebatas catatan korban keracunan MBG, JPPI juga menemukan sejumlah fakta menarik sepanjang 29 September-3 Oktober 2025. Kasus keracunan MBG terpantau menyebar ke dua provinsi baru yakni, Sumatera Barat (122 anak) dan Kalimantan Tengah (27 anak).
Kasus demi kasus terus ditemukan sehingga memicu gelombang penolakan dari sekolah dan orang tua murid. JPPI melihat penolakan MBG muncul di berbagai daerah seperti, Tasikmalaya, Madura, Yogyakarta, Jakarta, Serang, Polewali Mandar, Agam, Semarang, Batu, Polewali Mandar, dan Rembang.
Lebih lanjut, JPPI juga memantau ternyata tak hanya murid yang jadi korban MBG. Sejumlah guru jadi korban keracunan karena bertugas menyicip MBG seperti guru di Cianjur, Ketapang, Sleman, Garut, Agam, dan Bandung Barat.
(fra/kum/fra)