DPR ke Jampidsus: Apakah Ada Ancaman Sehingga Harus Dijaga TNI?

6 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, dicecar oleh Komisi III DPR soal pengerahan personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk mengamankan kantor Kejagung. Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding mempertanyakan urgensi kebijakan tersebut.

"Dalam menangani kasus-kasus kan ada timbal balik dari orang-orang yang tidak merasa nyaman, katakanlah seperti itu, apakah selama ini Pak Febri dan kawan-kawan itu ada ancaman sehingga harus dijaga oleh TNI?" ujar Sarifuddin Sudding dalam rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa, 20 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sudding mewanti-wanti agar dampak dari pengerahan TNI menjaga kejaksaan itu bisa diminimalisir. Ia khawatir masyarakat akan takut untuk melaporkan kasus bila melihat bala tentara bersenjata menjaga kantor kejaksaan.

Menurut Sudding, TNI yang diutus mengamankan kantor kejaksaan bisa dianggap sebagai bentuk menunjukkan kekuatan lembaga secara berlebihan. "Ini kok dijaga TNI kayak mau perang kan begitu?" tuturnya.

Ia pun mendesak Febri untuk menjelaskan alasan dari kerja sama antara TNI dan Kejaksaan Agung. "Kalau saling menghargai institusi seharusnya ini kan kewenangan di institusi kepolisian, tidak harus TNI kan begitu?" ujar Sudding.

Menanggapi cecaran soal TNI jaga kejaksaan, Jampidsus Febriansyah mengakui ada perlawanan dari pihak yang bersengketa dengan hukum. "Tapi kalau kembali ditanya untuk ancaman enggak ada sampai sekarang kami bisa berjalan," kata Febri.

Menurut Febri pihak yang merasa dirugikan oleh Kejagung akan berpikit ulang untuk mengirimkan ancaman kepada penegak hukum secara terang-terangan.

Febri juga mengklaim hubungan antara Kejaksaan Agung dan Polri berjalan normal. Ia mengaku kerap berkoordinasi dengan Kepala Bareskrim Polri karena bertugas di Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan atau Satgas PKH. "Di pidana khusus clear kami enggak ada masalah dalam proses penanganan juga kami minta bantuan polisi," tutur Febri.

Adapun soal alasan pengerahan TNI, Febri berujar hal itu berkaitan dengan kebutuhan Jaksa Agung Muda Pidana Militer atau Jampidmil yang menangani kasus anggota TNI. "Saya bawa juga surat permintaan-permintaan dari Jampidmil ke teman-teman TNI untuk pengamanan," ucapnya.

Ia pun menyebut keterangan soal kebijakan ini bisa lebih dijelaskan oleh biro umum atau di bidang pembinaan dengan Jampidmil. "Jadi mungkin sebaiknya di Jampidmil itu (pertanyaannya)," kata Febri.

Pengamanan terhadap institusi kejaksaan terungkap pada telegram Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada 5 Mei 2025. Isi telegram itu menyatakan bahwa TNI mendukung kelancaran dan keamanan dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum, baik di Kejati yang mengawasi hukum di tingkat provinsi, maupun Kejari yang menangani wilayah kabupaten/kota. 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengonfirmasi pengerahan TNI itu juga akan mengamankan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejadi) di seluruh Indonesia. Harli berujar pengamanan militer itu dilandaskan atas kerja sama antara TNI dengan Kejaksaan Agung.

Wacana tersebut menuai pertentangan, terutama dari koaliasi masyarakat sipil dan pengamat militer. Mereka menilai langkah TNI kebablasan dari wewenang yang sudah ditetapkan oleh konstitusi. Kendati demikian, TNI mengklaim pengerahan prajuritnya sah di mata hukum.

Pilihan Editor: Apa yang Diajarkan kepada Siswa di Barak Militer ala Dedi Mulyadi?

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |