JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) memantik amarah publik di sejumlah daerah. Aksi unjuk rasa merebak, terutama di Pati, Bone, dan Cirebon, dengan tuntutan yang sama: pemerintah daerah segera membatalkan kenaikan tarif pajak yang dinilai mencekik warga.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, ada 104 daerah yang melakukan penyesuaian PBB-P2 tahun ini. Dari jumlah itu, 20 daerah menetapkan kenaikan di atas 100 persen. Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menegaskan pihaknya sudah melayangkan surat edaran agar para kepala daerah meninjau ulang kebijakan tersebut.
“Pemerintah daerah jangan sampai mengeluarkan keputusan yang justru membebani rakyat,” ujarnya di Jakarta, Selasa (19/8/2025).
Pati: Dari Botol Air hingga Tuntutan Mundur
Gelombang protes paling besar muncul di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kebijakan Bupati Sudewo yang menaikkan PBB-P2 hingga 250 persen langsung memicu aksi ribuan warga pada 13 Agustus lalu. Kekecewaan warga semakin memuncak setelah pernyataan sang bupati yang dianggap meremehkan aspirasi publik.
Warga menggelar aksi simbolik dengan menumpuk kardus air mineral di depan pendopo kabupaten dan alun-alun kota. Meski kemudian Sudewo mencabut aturan kenaikan PBB-P2, demonstrasi tetap berlanjut dengan tuntutan baru: mendesak dirinya turun dari jabatan.
Situasi semakin panas ketika Sudewo menemui massa menggunakan kendaraan taktis. Dari atas mobil, ia sempat meminta maaf, namun malah dilempari sepatu dan botol. Saat ini, DPRD Pati tengah menggulirkan hak angket pemakzulan, sementara warga membuka posko pengaduan untuk mengawal proses politik tersebut.
Bone: Bentrokan Pecah di Depan Kantor Bupati
Satu hari setelah Pati, giliran Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan yang diguncang protes. Warga dan mahasiswa menolak kebijakan kenaikan PBB-P2 yang disebut mencapai 300 persen. Pemerintah setempat membantah angka itu, mengklaim hanya 65 persen.
Aksi demonstrasi pada Selasa (19/8/2025) berlangsung ricuh setelah massa tak kunjung ditemui Bupati Asman Sulaiman. Ratusan orang memaksa masuk ke kantor bupati, menjebol pagar, hingga bentrok dengan aparat kepolisian, Satpol PP, dan TNI. Polisi melepaskan gas air mata, sementara massa membalas dengan lemparan botol dan batu.
Bentrokan berlanjut hingga larut malam, menyebabkan sejumlah orang luka-luka dan harus dilarikan ke rumah sakit. Seusai kericuhan, Pemkab Bone akhirnya mengumumkan penundaan kenaikan tarif sambil menunggu evaluasi lebih lanjut sesuai arahan Kemendagri.
Cirebon: Protes Tertahan, Aksi Susulan Disiapkan
Sementara itu, di Kota Cirebon, Jawa Barat, penolakan terhadap kenaikan PBB-P2 sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun lalu. Kenaikan tarif dituangkan dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024 dan sempat digugat ke Mahkamah Agung, namun ditolak.
Warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon menilai momen demonstrasi di Pati sebagai inspirasi untuk menghidupkan kembali aksi perlawanan. Mereka menjadwalkan demonstrasi baru pada 11 September 2025. “Kami melihat momentum di Pati, masyarakat di sini pun perlu kembali bersuara,” kata Hetta Mahendrati, juru bicara paguyuban.
Wali Kota Effendi Edo membantah kabar bahwa tarif PBB naik hingga 1.000 persen. Ia mengakui ada penyesuaian tarif, namun menurutnya masih dalam batas wajar. Hingga kini, Pemkot Cirebon masih mengkaji tuntutan warga.
Latar Belakang Fiskal
Pakar otonomi daerah menilai, kenaikan PBB-P2 di sejumlah daerah tak lepas dari berkurangnya kemampuan fiskal pemerintah daerah. Tahun ini, pemerintah pusat memangkas transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp50,29 triliun. Sebagian besar anggaran dialihkan untuk program prioritas seperti makanan bergizi gratis, kemandirian pangan dan energi, hingga perbaikan sektor kesehatan.
Namun, istana membantah pemangkasan TKD menjadi penyebab utama kenaikan PBB di daerah. Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyebut penyesuaian tarif adalah murni kebijakan pemerintah daerah. “Itu bukan akibat pemotongan anggaran pusat. Setiap daerah memiliki pertimbangan fiskalnya sendiri,” tegasnya.
Gelombang protes yang kini bergulir dari Pati, Bone, hingga Cirebon memberi sinyal kuat bahwa kebijakan fiskal daerah masih perlu dirumuskan dengan lebih sensitif. Publik menunggu langkah nyata kepala daerah, apakah lebih memilih mendengar suara rakyat atau tetap mengandalkan pungutan baru demi menambal kas daerah. [*] Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.