REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui adanya uang yang disita penyidik dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan kuota haji 2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Uang itu pun sudah diklasifikasikan oleh KPK.
KPK mengungkapkan uang-uang yang disita tim penyidik berasal dari sejumlah modus. Di antaranya uang ‘percepatan’ agar berangkat haji lebih cepat atau potekan atau kutipan uang bagi oknum di Kemenag.
“Ada beberapa hal terkait dengan uang-uang yang dilakukan penyitaan ini. Ada yang modusnya percepatan. Ada yang memang modusnya memberikan semacam kutipan ke pihak-pihak atau oknum Kementerian Agama, dan beragam. Ini yang kemudian kita sita dari para PIHK ini,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (7/10/2025).
KPK memastikan penyitaan uang itu berhubungan dengan dampak diskresi pembagian kuota haji tambahan sebanyak 20 ribu yang dilakukan Kemenag pada tahun 2024. Langkah Kemenag itu membuat jatah kuota haji khusus yang dikelola Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) mengalami kenaikan.
“Artinya gelontoran kuota haji khusus kepada PIHK ini melonjak signifikan yang semula 8 persen menjadi 50 persen,” ujar Budi.
Oleh karena itu, jumlah kuota haji khusus melonjak dari 1.600 menjadi 10 ribu jamaah. Sehingga kenaikannya mencapai 8.400 kuota. KPK memandang kenaikan ini berpengaruh terhadap besarnya perputaran uang di sektor penyelenggaraan haji khusus.
“Uang yang dikelola atau yang diperjualbelikan atas kuota haji khusus ini kan juga bertambah kepada para calon jamaah. Ini salah satu uang-uang yang terkait dengan itu yang kita amankan, kita sita untuk proses pembuktian,” ujar Budi.
Diketahui, Bos travel haji Uhud Tour Khalid Basalamah sudah lebih dulu mengembalikan uang ke KPK di perkara ini. Sebelumnya, KPK mengungkap dugaan asosiasi yang mewakili perusahaan travel melobi Kemenag supaya memperoleh kuota yang lebih banyak bagi haji khusus. KPK mengendus lebih dari 100 travel haji dan umrah diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kuota haji ini. Tapi, KPK belum merinci ratusan agen travel itu.
KPK menyebut setiap travel memperoleh jumlah kuota haji khusus berbeda-beda. Hal itu didasarkan seberapa besar atau kecil travel itu. Dari kalkulasi awal, KPK mengklaim kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun lebih.
KPK sudah menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan meski tersangkanya belum diungkap. Penetapan tersangka merujuk pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tercatat, KPK telah banyak memeriksa pejabat di Kemenag dan pihak penyedia travel haji. Bahkan KPK telah dua kali memeriksa eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yaitu pada 7 Agustus 2025 dan 1 September 2025. Walau demikian, KPK tak kunjung menetapkan satu pun tersangka.