Mayoritas Pekerja Migran Asal NTT yang Meninggal Bekerja di Perkebunan Sawit dan Konstruksi

12 hours ago 12

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 49 pekerja migran asal Nusa Tenggara Timur (NTT) dipulangkan dalam keadaan meninggal sejak Januari hingga April 2025. Senior Manager Migrant Care Mulyadi mengatakan berdasarkan data yang dia himpun, mayoritas pekerja migran asal NTT yang dipulangkan dalam keadaan meninggal itu merupakan pekerja kasar yang bekerja di sektor perkebunan sawit, konstruksi dan domestik.

“Kebanyakan dari mereka lulusan SD dan SMP. Jadi low education, maksimal itu SMP,” ujar Mulyadi saat dihubungi Tempo pada Kamis, 1 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rendahnya taraf pendidikan ini, kata Mulyadi, membuat para pekerja migran ilegal itu merasa tidak memiliki keahlian khusus selain kekuatan fisik. Sehingga, pekerjaan yang mendandalkan tenaga menjadi satu-satunya pilihan.

Lebih lanjut, Mulyadi menjelaskan alasan para pekerja migran itu memilih bekerja di Malaysia karena ketimpangan upah dan terbatasnya lapangan pekerjaan di dalam negeri. Mereka menganggap Malaysia menawarkan upah yang lebih tinggi bagi pekerjaan di sektor perkebunan sawit, konstruksi, dan domestik dibandingkan dengan pekerjaan serupa di tanah air. “Selain itu, bencana alam yang bertubi-tubi seperti flu babi dan gunung meletus juga menyebabkan masifikasi migrasi tenaga kerja dari NTT ke Malaysia,” kata dia.

Berdasarkan data yang diperoleh Migrant Care, jumlah pekerja migran ilegal terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Mulyadi mengatakan pada tahun 2025 jumlah pekerja migran ilegal yang berangkat ke Malaysia naik sebesar 40 hingga 50 persen dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu.

Tingginya angka pekerja migran ilegal ini, menurut dia, berbanding lurus dengan tingginya angka pekerja migran yang dipulangkan dengan kondisi meninggal dunia atau sakit. Pekerja migran ilegal, kata dia, tidak memiliki daya tawar yang sama dengan pekerja migran yang diberangkatkan melalui jalur resmi. Kondisi tersebut menyebabkan pekerja migran ilegal rentan mengalami diskriminasi serta pelanggaran atas hak-hak mereka di tempat kerja.

“Status ilegal mereka membuat bargain pekerja migran dengan perusahaan menjadi semakin lemah sehingga mereka mudah dipermainkan,” kata dia.

Mulyadi menilai terus meningkatnya jumlah pekerja migran ilegal ini tidak lepas dari minimnya kontrol pemerintah. Dia mengatakan Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTT selama ini hanya memonitor jalur pemberangkatan pekerja migran dari Kupang. Padahal, ada beberapa jalur lain yang digunakan oleh pekerja migran NTT untuk berangkat ke luar negeri, seperti Serawak, Pontianak, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Pemberangkatan pekerja migran melalui jalur-jalur tersebut, kata Mulyadi, tidak didata oleh BP3MI NTT. Sehingga, jumlah sebenarnya pekerja migran yang berangkat ke luar negeri jauh lebih banyak dari pada yang terdata.

"Setiap minggu, sekitar 300 hingga 400 pekerja migran asal NTT berangkat ke Malaysia melalui jalur-jalur tersebut dan tidak dicatat," ucap Mulyadi.

Sebelumnya, Kepala BP3MI NTT, Suratmi Hamida, mengungkapkan sejak Januari hingga April 2025, sebanyak 49 Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT telah dipulangkan dalam keadaan meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, mayoritas merupakan PMI nonprosedural (ilegal). Hanya empat orang yang diketahui berangkat secara resmi melalui jalur legal, sementara sisanya berangkat tanpa dokumen resmi.

Suratmi merinci, korban terbanyak berasal dari Kabupaten Ende sebanyak 11 orang, disusul Kabupaten Malaka dengan 9 orang, serta Kabupaten Flores Timur sebanyak 8 orang. "Semua PMI yang meninggal telah dipulangkan dan dimakamkan di daerah asal masing-masing. Tidak ada yang dimakamkan di luar negeri," kata Suratmi.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |