Mengaku Ulama tapi tak Bisa Baca Kitab, Sekjen Kemenag: Diragukan Keulamannya

1 hour ago 6

REPUBLIKA.CO.ID, WAJO – Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Sekjen Kemenag), Prof Kamaruddin Amin, menegaskan bahwa kualitas dan marwah seorang ulama sangat bergantung pada penguasaannya terhadap kitab turats atau kitab kuning.

Menurutnya, seseorang yang mengaku ulama tetapi tidak mampu membaca dan memahami kitab tersebut, patut diragukan keulamaannya.

“Seorang ulama itu benar-benar ulama kalau menguasai kitab-kitab turats. Kalau ada orang yang merasa ulama, tapi tidak bisa membaca kitab turats, tidak bisa menguasai kitab kuning, diragukan keulamannya,” ujarnya saat berdialog dengan media di sela-sela Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, Jumat (3/10/2025).

Kamaruddin menyebut kitab kuning merupakan khazanah keilmuan Islam klasik yang menjadi penjelasan mendalam dari Alquran dan hadits. Karena itu, penguasaan kitab turats menjadi syarat mutlak bagi siapa pun yang ingin menyandang predikat ulama.

“Hampir seluruh artikulasi manifestasi keberagamaan kita, itu terjemahan dari kitab kuning," ujar dia. 

Dia menyebutkan, turats berisi penjelasan teknis, sosiologis, dan pemahaman mendalam dari Alquran dan hadits. "Jadi tidak bisa hanya langsung merujuk Alquran dan Hadis tanpa penjelasan ulama terdahulu,” jelasnya.

Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa MQK Internasional memiliki signifikansi besar karena menjadi ruang bagi santri untuk mendalami, merawat, dan melestarikan khazanah keilmuan turats.

“Direktorat Pesantren Kemenag punya kewajiban untuk menjaga kitab turats ini. Karena ia sangat fundamental dan sentral dalam kehidupan keberagamaan umat Islam,” ujar Kamaruddin.

Meski begitu, dia mengingatkan bahwa ulama masa kini juga perlu memiliki bacaan tambahan di luar kitab turats, sehingga bisa lebih komprehensif dalam menyelesaikan berbagai persoalan umat.

“Ulama sekarang harus punya modal lain, seperti pengetahuan sosiologis, antropologis, bahkan politik, untuk mendekatkan pemahaman kitab kuning dengan realitas zaman,” ucapnya.

Kamaruddin menekankan bahwa MQK Internasional bukan sekadar lomba, melainkan bagian dari ikhtiar menjaga warisan intelektual ulama terdahulu agar tetap relevan bagi umat Islam masa kini dan mendatang.

MQK Internasional yang pertama kali digelar Kemenag ini berlangsung pada 2-7 Oktober di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang, Kabupaten Wajo.Tiga lokasi menjadi titik utama yakni Ponpes As’adiyah Lapongkoda, Kampus Mahad Aly As’adiyah dan Kampus As’adiyah Macanang, Kecamatan Majauleng. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |