Sejarah Bisnis Shell dan Alasan Menjual Seluruh SPBU di Indonesia

7 hours ago 16

TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan energi global Shell resmi mengumumkan penjualan seluruh jaringan stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) miliknya di Indonesia. Langkah ini menjadi penanda berakhirnya salah satu fase panjang kehadiran Shell di pasar ritel bahan bakar nasional, yang telah berlangsung selama lebih dari dua dekade.

Shell, yang beroperasi di bawah bendera Royal Dutch Shell, merupakan raksasa energi dunia yang berdiri sejak 1907. Perusahaan ini lahir dari hasil penggabungan perusahaan minyak asal Belanda, Royal Dutch Petroleum, dengan perusahaan asal Inggris, Shell Transport and Trading Company. Namun, akar historis Shell bermula lebih awal, pada tahun 1833, ketika keluarga Samuel di London memulai bisnis cinderamata dan kerang laut dari Timur Jauh—yang kelak menginspirasi nama dan logo perusahaan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kehadiran Shell sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari sejarah penemuan minyak pada akhir abad ke-19 di Sumatera. Pada tahun 1884, seorang warga negara Belanda bernama Aeilko Jans Zijlker menemukan indikasi keberadaan minyak bumi di wilayah pantai timur pulau ini. Berbekal izin eksplorasi dari Sultan Langkat, Zijlker memulai pengeboran di sumur pertamanya dan hasilnya nihil.

Setahun kemudian, ia melakukan pengeboran di lokasi lain yang dikenal sebagai Telaga Tunggal 1, di kawasan Pangkalan Brandan, Sumatera Utara. Hasilnya, sumur tersebut berhasil menghasilkan minyak dalam jumlah komersial dan membuka jalan bagi perkembangan industri perminyakan di wilayah tersebut.

Pada tahun 1890, Zijlker meresmikan perusahaan eksplorasi minyaknya dengan mendirikan Royal Dutch Petroleum Company di Den Haag, Belanda, sebagai transformasi dari perusahaannya sebelumnya, Provisional Sumatra Petroleum Company. Inilah cikal bakal dari Royal Dutch Shell plc yang kini dikenal sebagai salah satu raksasa energi dunia. Sejak saat itu, Shell telah terlibat dalam berbagai lini bisnis energi di Indonesia.

Shell mengembangkan operasinya di sektor hulu dan hilir di Indonesia. Di sisi hilir, perusahaan ini menyediakan berbagai produk energi, termasuk bahan bakar kendaraan, pelumas untuk sektor industri dan transportasi, bahan bakar kapal, kebutuhan energi komersial, hingga aspal (bitumen) untuk infrastruktur.

Langkah Shell memasuki bisnis ritel bahan bakar di Indonesia dimulai pada 1 November 2005 dengan pembukaan SPBU pertama di kawasan Lippo Karawaci, Tangerang. Tidak lama berselang, pada 1 Maret 2006, Shell luncurkan SPBU keduanya di Jalan S. Parman, Slipi, Jakarta Barat. Sejak itu, jaringan SPBU Shell berkembang pesat, mencapai sekitar 200 lokasi hingga tahun 2024.

Namun pada Mei 2025, Shell mengumumkan penjualan seluruh jaringan SPBU-nya kepada perusahaan patungan antara Citadel Pacific Limited dan Sefas Group Indonesia. Citadel merupakan pemegang lisensi merek Shell di sejumlah wilayah Asia Pasifik, sementara Sefas adalah mitra distribusi pelumas Shell terbesar di Indonesia.

Shell menegaskan bahwa bisnis pelumas dan infrastruktur energi lainnya seperti pabrik pelumas di Marunda dan terminal BBM di Gresik akan tetap beroperasi seperti biasa. Perusahaan juga akan terus mempertahankan kehadiran mereknya di Indonesia melalui skema lisensi merek.

Alasan Shell Menjual Seluruh SPBU

Vice President Corporate Relations Shell Indonesia, Susi Hutapea, mengatakan keputusan Shell untuk menjual seluruh jaringan stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) di Indonesia merupakan bagian dari strategi global perusahaan untuk menyederhanakan portofolio bisnis hilir (downstream). Selain itu, keputusan tersebut juga bertujuan untuk memfokuskan ulang arah usaha Shell ke depannya. 

Susi mengatakan langkah ini sejalan dengan komitmen yang disampaikan Shell dalam forum Shell Capital Markets Day. Dia memastikan bahwa keputusan ini bukan karena performa pasar, melainkan bagian dari kebijakan jangka panjang perusahaan secara global. 

“Pelepasan aset SPBU merupakan langkah strategis untuk menyesuaikan portofolio bisnis Shell agar lebih ramping dan fokus pada area dengan nilai tambah lebih tinggi,” kata Susi dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 23 Mei 2025.

Meski keluar dari bisnis ritel BBM, Susi mengatakan Shell tetap melanjutkan operasional bisnis pelumasnya di Indonesia, termasuk pabrik pengolahan pelumas berkapasitas 300 juta liter per tahun dan pembangunan fasilitas produksi gemuk di Marunda, Jakarta Utara. Terminal bahan bakar Shell di Gresik, Jawa Timur, kata Susi, juga tetap berjalan.

Susis mengatakan, melalui perjanjian lisensi merek Shell akan tetap digunakan oleh perusahaan patungan Citadel Pacific Limited dan Sefas Group Indonesia yang mengambil alih sekitar 200 SPBU. Dengan begitu, Shell masih akan hadir di pasar BBM Indonesia, meski tidak lagi mengelola SPBU secara langsung.

Dia menambahkan, langkah ini mencerminkan arah baru Shell yang lebih selektif dalam investasi hilir sekaligus memperkuat kehadiran di sektor yang dianggap lebih strategis dan menguntungkan secara jangka panjang. “Kegiatan operasional SPBU Shell akan berlangsung seperti biasa hingga proses pengalihan kepemilikan selesai, yang kami targetkan rampung tahun depan,” ujarnya. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |