Setara Pertanyakan Urgensi dan Dasar Hukum Penugasan TNI di Kejaksaan

6 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi, mengecam keputusan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang memerintahkan pengerahan pasukan untuk mendukung pengamanan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia. Ia menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan konstitusi dan sejumlah undang-undang yang mengatur relasi militer dan institusi sipil.

"Surat Telegram Panglima TNI dan KSAD itu bertentangan dengan Konstitusi Negara dan peraturan perundang-undangan, terutama UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, dan UU TNI. Panglima TNI dan KSAD hendaknya segera menarik dan membatalkan ST tersebut," kata Hendardi dalam pernyataan pers, Senin, 12 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Telegram (ST) Panglima TNI dengan nomor TR/422/2025, yang terbit pada 5 Mei 2025, berisi perintah untuk mendukung pengamanan pelaksanaan tugas Kejaksaan RI di seluruh wilayah. ST itu ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak dengan menerbitkan ST Kilat Nomor ST/1192/2025 sehari kemudian.

Dalam surat tersebut, KSAD memerintahkan pengerahan satu Satuan Setingkat Peleton (SST) atau sekitar 30 personel di tiap Kejati, dan satu regu atau 10 personel di tiap Kejari, lengkap dengan peralatan tempur dari satuan tempur dan bantuan tempur TNI.

Hendardi mempertanyakan urgensi dan dasar hukum pengerahan militer untuk mengamankan institusi penegak hukum sipil. Ia menilai tidak ada situasi objektif yang memerlukan dukungan militer untuk menjaga keamanan Kejaksaan. “Permintaan dan pemberian dukungan pengamanan dari Kejaksaan justru bentuk dari kegenitan institusi sipil dalam penegakan hukum,” ujarnya.

Lebih jauh, menurut dia, langkah Kejaksaan sebagai bagian dari upaya membangun kolaborasi kelembagaan dengan TNI yang sarat kepentingan politik. Ia mengaitkannya dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kejaksaan dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tengah berlangsung di DPR.

“Dukungan pengamanan Kejaksaan oleh TNI malah memunculkan pertanyaan tentang motif politik apa yang sesungguhnya sedang dimainkan,” kata Hendardi. Ia menambahkan, Kejaksaan seharusnya menjadi bagian dari sistem hukum pidana yang sepenuhnya sipil, bukan melibatkan militer dalam pelaksanaan tugasnya.

Menurut Hendardi, surat perintah tersebut justru memperlihatkan kecenderungan menguatnya militerisme dalam sistem penegakan hukum nasional. Ia mengingatkan bahwa menurut hukum positif Indonesia, TNI hanya memiliki yurisdiksi penegakan hukum di lingkungan internal militer melalui sistem peradilan militer yang juga sudah seharusnya direvisi.

“Panglima TNI dan jajarannya seharusnya fokus pada revisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, bukan justru menarik TNI ke ranah penegakan hukum sipil,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa supremasi hukum dan supremasi sipil adalah prinsip utama dalam tata kelola pemerintahan demokratis yang tidak boleh dikompromikan.

Nota Kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan dan TNI mengenai kerja sama pemanfaatan sumber daya dan peningkatan profesionalisme di bidang penegakan hukum dinilai rentan disalahgunakan dan membuka ruang keterlibatan militer secara lebih luas dalam sistem hukum pidana sipil.

“Penegakan hukum adalah urusan sipil, dan pelibatan TNI di dalamnya bertentangan dengan prinsip dasar supremasi sipil dalam negara demokrasi,” kata Hendardi.

Sementara, Kejaksaan Agung membantah pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang menyatakan pengerahan TNI di lingkungan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri dapat memperkuat intervensi militer di ranah sipil, khususnya di wilayah penegakan hukum.

"Intervensi yang mana? Tugasnya (TNI yang diperbantukan) kan cuma pengamanan kantor," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar saat dikonfirmasi pada Ahad, 11 Mei 2025. "Tidak berkaitan dengan substansi penanganan perkara."

Daniel A. Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |