Bukan Sekadar Tempat Koleksi, Kini Museum UGM Jadi Ruang Dialog Publik

3 hours ago 7

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pembukaan Pameran Temporer bertajuk “Ākāra Abhiprāya Gama: Building the Future through Science and Technology with the Community” resmi dilangsungkan di Museum Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (1/10/2025). Tema ini merupakan upaya UGM dalam menunjukkan hasil riset dan inovasi terbaiknya, sekaligus menjadi penghubung antara sains dan teknologi agar lebih dikenal oleh masyarakat.

Secara sederhana, Ākāra berarti wujud, Abhiprāya artinya cita-cita, dan Gama adalah sebutan untuk Universitas Gadjah Mada. Jadi, Ākāra Abhiprāya Gama dimaknai sebagai wujud cita-cita UGM untuk menghadirkan inovasi dan pengetahuan yang lahir dari dosen dan mahasiswa, demi menjawab kebutuhan masyarakat masa kini.

Melalui pameran ini, UGM menegaskan komitmennya dalam membangun masa depan Indonesia lewat sains dan teknologi bersama komunitas. Selain itu, pameran ini juga menjadi bagian dari perayaan Hari Museum Internasional yang dicanangkan oleh International Council of Museums (ICOM).

Ketua Pengelola Museum UGM, Dr Tjahjono Prasodjo menyampaikan bahwa pameran ini berbeda dengan sekadar memajang benda koleksi.

“Pameran ini kami laksanakan setiap tahun. Tahun ini kami mengusung tema Ākāra Abhiprāya Gama yang bermakna keinginan atau impian. Koleksi yang ditampilkan bukan sekadar benda, melainkan hasil dari proses panjang yang menunjukkan dialog riset hingga lahirnya inovasi. Kami ingin menampilkan bahwa apa yang dilakukan UGM selalu ditujukan untuk kebermanfaatan bagi masyarakat luas,” ucapnya.

Kolaborasi lintas fakultas dan klaster riset UGM melahirkan beragam karya yang dipamerkan. Beberapa diantaranya adalah Algaetree (pohon cair) yang menyerap CO2 dan menghasilkan oksigen, Drone Palapa S-1, Gamagora-7, Durante, hingga Saveforest.AI sebuah sistem kecerdasan buatan untuk menjaga kelestarian hutan.

Selain memamerkan inovasi terbaru, ada juga koleksi yang merekam perjalanan panjang riset UGM. Di antaranya ada Batu Antartika, hasil penelitian Nugroho, dosen Teknik Geologi UGM yang tercatat sebagai peneliti Indonesia pertama di benua tersebut. Lebih lanjut, disusul dengan penghargaan Kalpataru milik Prof Sunjoto atas risetnya tentang pengelolaan air di Jawa dan Madura, termasuk penemuan sumur resapan yang kini sudah masuk dalam regulasi nasional.

Perwakilan kontributor pameran Prof Arief Budiman menekankan pentingnya konsistensi para peneliti dalam mengembangkan inovasi.

“Kita punya masalah ketidakcukupan di bagian pangan. Dari situ para peneliti berusaha untuk berkontribusi. Tapi dibalik itu semua ada cerita panjang, ada konsistensi, ada idealisme, ada keinginan untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Harapan saya, Museum UGM ke depan bisa seperti Miraika di Jepang, yaitu museum sains masa depan, tempat di mana inovasi benar-benar bertemu dengan masyarakat,” katanya.

Tak berhenti di situ, pameran ini juga mendapat apresiasi dari pemerintah daerah. Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman, Joko Dwi Haryadi melihat pameran ini sebagai ruang edukasi yang penting.

“Semoga nanti ke depan lebih lengkap lagi karya-karya dari UGM yang luar biasa ini. Saya rasa penting untuk dikenalkan ke anak-anak sekolah karena koleksinya sangat bagus, inovatif, dan bisa memberikan wawasan luar biasa untuk mencerdaskan bangsa,” tuturnya.

Dengan semangat Ākāra Abhiprāya Gama, Museum UGM ingin mengubah cara pandang masyarakat tentang museum. Bukan lagi sekadar ruang yang menyimpan masa lalu, tetapi juga tempat di mana sains dan teknologi masa kini dipertemukan dengan publik, menjadi bagian dari dialog bersama tentang masa depan bangsa.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |