
SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ratusan anak Raudhatul Athfal (RA) di Kota Solo bersuka cita merayakan Hari Batik Nasional yang diperingati setiap 2 Oktober.
Kali ini anak-anak PAUD itu merayakan warisan budaya yang diakui UNESCO tersebut dengan cara berbeda.
Ya, mereka seakan menjadi ‘pembatik cilik’ karena mewarnai kain putih yang sudah diberikan motif batik seperti hewan-hewanan hingga tumbuh-tumbuhan.
“Senang, mewarnai batiknya gampang,” kata Raja S Wafa (5) tersenyum lebar usai acara bertema Gerakan Nasional RA Membatik (Gernasratik) yang digelar Pengurus Daerah (PD) Ikatan Guru RA (IGRA) Kota Surakarta dan Batik Omah Laweyan di Taman Balekambang Solo.
Wafa panggilan akrab siswa RA Bhakti 4 Laweyan itu mengaku mengolah-olah warna sehingga bebek di motif batiknya tampak cerah dan beragam. Dia mengaku baru pertama kali membatik.
“Kalau menggambar ya sering, mewarnai juga. Tapi membatik baru pertama kali. Hasilnya bagus kan?,” aku dia.
Ketua Panitia Gernasratik, Septemi Listyarini menerangkan, ada 700 anak dari 33 RA di Kota Bengawan yang mengikuti gerakan perayaan Hari Batik Tersebut. Saat acara, anak-anak sudah disiapkan perlengkapan membatik yanng bekerjasama dengan Batik Omah Laweyan.
“Anak-anak menuangkan kreatifitasnya dengan membatik ya pertama kalinya. Harapannya dengan langkah ini, anak-anak semakin cinta dan melestarikan batik kedepannya. Saat memakainya juga bangga,” harap dia.

Direktur Batik Omah Laweyan, Bagas Widianto Nugraha mengatakan, kerjasama dengan organisasi-organisasi di antaranya IGRA sudah cukup lama demi menularkan tradisi membatik kepada generasi penerus bangsa. Jika sebelumnya fashion show, kali ini pihaknya ingin menampilkan cara lain berupa membatik bersama.
“Kami meluncurkan Ayo Membatik. Program itu untuk mengenalkan cara membatik yang biasanya memakan waktu kali ini simpel bagi anak sebagai pembelajaran dasar,” katanya.
Menurut Bagas, dalam membatik bersama anak-anak tidak menggunakan alat-alat berbahaya seperti kompor, cairan malam yang panas maupun canting yang tajam. Namun anak-anak tinggal mencampurkan warna dan mewarnai dengan alat cotton bud sebagai pengganti kuas. Sementara kainnya sudah dilapisi dengan cairan malam yang dingin.
“Kalau langsung pakai kompor dan cairan panas malam kan belum memungkinkan untuk anak-annak. Jadi pakai cara simpel tapi mengena. Itu seperti mewarnai, jadinya anak-anak fun,” tuturnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, keberlangsungan perajin membatik menjadi masalah serius untuk dipikirkan bersama-sama. Karena pembatik kebanyakan adalah mereka yang sudah berumur. Maka pihaknya selama beberapa tahun ini gencar menularkan semangat membatik terutama kepada anak-anak sebagai penerus. Baik nantinya sebagai perajin atau pembatik, designer maupun pengusaha batik.
“Regenerasi pembatik sedikit lambat. Ini keprihatinan. Jadinya aksi membatik mereka (anak-anak) itu akan nempel diingatannya. Oh saya pernah belajar membatik. Mungkin saat dewasa jadi tertarik,” jelasnya. (*)
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.