REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Massa Aksi Kamisan menggelar aksi di Tugu Yogyakarta dengan membentangkan banner hitam dan kuning bertuliskan “Aksi Kamisan” serta “Dituduh Provokator, Hukum Jadi Alat Penekan, Kami Tuntut Bebaskan!”, Kamis (2/10/2025). Dalam aksi bertajuk “Bebaskan Kawan Kami!”, mereka menolak praktik penangkapan aktivis yang dinilai melenceng dari prosedur hukum.
Dalam orasi, massa menyebut penangkapan terhadap Perdana Arie sebagai bukti aparat bertindak sewenang-wenang. Mereka menilai polisi tidak menjalankan prosedur sebagaimana mestinya.
“Awalnya polisi mengklaim penjemputan Arie hanya sebagai saksi, tapi faktanya dia diborgol, rumahnya diacak-acak, dan ditangkap,” seru salah satu orator melalui pengeras suara.
Tak berhenti di situ, massa juga menyinggung penangkapan paksa terhadap Muhammad Fakhrurrozi atau Paul di kediamannya oleh Polda Jatim, padahal ia bukan bagian dari peserta aksi.
“Mana video kalian ketika melakukan kejahatan dan melakukan penindasan aksi? Kalian harus mereformasi aparat kalian yang tidak becus,” teriak seorang orator.
Mereka juga menyoroti data sepanjang Juli 2024 hingga Juni 2025 yang mencatat 103 orang meninggal akibat tindakan aparat di lapangan. Bagi massa aksi, angka tersebut menjadi alasan mendesak untuk mendorong reformasi bahkan revolusi kepolisian agar praktik penangkapan sewenang-wenang bisa dihentikan.
Mahasiswa lain menegaskan bahwa solidaritas tidak berhenti di jalan. Ia menyinggung penangkapan paksa terhadap seorang alumni UI di rumahnya, di mana aparat bahkan menyamar menjadi pedagang demi memburu aktivis.
“Kami tidak takut. Saat kalian menangkap satu kawan kami, ribuan kawan baru akan lahir untuk melawan ketidakadilan ini,” ucapnya.
Isu Tragedi Kanjuruhan juga kembali disuarakan. Massa mengingatkan bahwa 135 orang kehilangan nyawa akibat tembakan gas air mata aparat, namun hingga kini pemerintah maupun kepolisian belum melakukan perbaikan berarti.
“Kita melakukan aksi tapi dianggap perusuh. Mereka selalu tutup mata dan telinga,” kata salah satu orator.
Lewat pernyataan sikap, massa menegaskan perjuangan mereka bukan hanya soal pembebasan kawan yang ditangkap, tetapi juga tentang melawan ketidakadilan. Ada tujuh tuntutan yang mereka bacakan, yakni:
1. Tangkap, Adili, dan Penjarakan Jenderal-jendral, Pejabat, dan Pelaku Pelanggar HAM!
2. Bebaskan Seluruh Massa Aksi Pejuang Demokrasi tanpa Syarat!
3. Hentikan Segala Bentuk Kriminalisasi terhadap Pejuang Demokrasi!
4. Potong Anggaran dan Lucuti POLRI serta Alat Represi Rezim Prabowo-Gibran!
5. Tolak Militer Masuk Kampus, Desa, Pabrik, dan Ruang-ruang Sipil Lainnya!
6. Berikan Akses Seluas-luasnya kepada Jurnalis dan Lembaga Independen untuk Menginvestigasi Kematian 10 Pejuang Demokrasi (28 Agustus-1 September 2025)!
7. Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan dan Kematian 10 Pejuang Demokrasi!
Selain tuntutan, puisi berjudul Pancasila dan sumpah mahasiswa Indonesia turut dibacakan di tengah aksi. Isi sumpah itu menegaskan tekad untuk bertanah air tanpa penindasan, berbangsa yang berpihak pada keadilan, dan berbahasa tanpa kebohongan. Dari situ, massa menekankan bahwa solidaritas adalah senjata rakyat melawan penindasan, dan demokrasi bukan milik penguasa, melainkan hak semua warga.