Rekomendasi Dosen Unpar Soal Dana Rp 3 Miliar Tiap Koperasi Desa Merah Putih

6 hours ago 12

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Administrasi Publik Universitas Parahyangan (Unpar) Kristian Widya Wicaksono memberikan beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan dalam menjalankan program Koperasi Desa Merah Putih. Ia mengatakan program tersebut perlu pengawasan yang ketat karena akan melibatkan banyak pihak dan kelembagaan.

“Kalau multiaktor karena melihat angka 3 sampai dengan 5 miliar mereka ingin dapat bagian dari situ, ya kacau dunia nanti ya. Jalan belum orang sudah menggerogoti gitu,” kata Kristian saat ditemui Tempo saat Diskusi Publik "Menguji Program Nasional Koperasi Merah Putih" di Unpar, pada Rabu, 21 Mei 2025, saat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kristian mengungkapkan pemanfaatan teknologi pada program ini harus dioperasikan oleh orang-orang terlatih. Basis keuangan yang transparan dapat dipertanggungjawabkan jika audit dan transparansi bisa dilaporkan dengan baik dengan memanfaatkan teknologi.

Perangkat desa, kata dia, selama ini menerapkan sistem yang telah dirancang Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Jika diterapkan sistem baru dalam Koperasi Merah Putih, maka memerlukan waktu untuk beradaptasi.

“Nah ini proses lagi, gitu kan ya, takes time lagi ya butuh waktu lagi sampai memastikan mereka terlatih baru sistemnya bisa berjalan. Nah permasalahannya bisa nggak kita menunggu?” kata Kristian.

Rekomendasi Kebijakan

Kristian menyampaikan beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan dalam implementasi Koperasi Merah Putih. Pertama, ia menyebut bahwa prinsip dasar yang harus dipertahankan adalah otonomi lokal. Artinya, kebijakan Koperasi Merah Putih diharapkan bukan merupakan kebijakan top-down yang memaksakan kepada masyarakat di tingkat desa dan kelurahan. Koperasi Merah Putih diharapkan mampu adaptif dengan kerangka acuan yang fleksibel.

“Fleksibel di sini artinya model usahanya, model kegiatannya, termasuk juga katakanlah filosofinya itu adaptif dengan potensi desa atau potensi kelurahan setempat,” kata Kristian.

Kedua, ia menyerukan untuk partisipasi dan keterlibatan aktif serta pelatihan literasi keuangan anggota, terutama literasi keuangan berbasis teknologi. “Jadi harus dipahami oleh anggota pengurus, termasuk petugas yang nanti akan menangani pelaporan keuangan,” ujar Kristian.

Dari segi pengawasan, Kristian merekomendasikan model Triple Helix yang melibatkan multiaktor untuk melakukan pengawasan, mulai dari perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat. Perguruan tinggi, misalnya, dapat melakukan audit independen, riset evaluasi, termasuk sertifikasi kompetensi. 

“Ini bisa dikerjakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan organisasi nirlaba konsultan. Mereka bisa saling melengkapi berkolaborasi satu dengan yang lainnya sehingga nanti manajer koperasi ini tersertifikasi, sehingga mereka punya kapasitas dalam tata kelola koperasi,” kata dia.

Kristian mengatakan integrasi teknologi juga harus berkeadilan. Pendekatan transformasi digital, kata dia, harus memastikan akses manfaat dan partisipasi penggunaan teknologi supaya bisa menjangkau semua lapisan masyarakat.

“Terutama masyarakat rentan, masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Karena ini koperasi akan menjangkau kesana ya dan memiliki keterbatasan sumber daya,” kata Kristian.

Dari segi pendanaan, Kristian menyebut pendanaan harus berbasis kebutuhan. Penyaluran dana untuk tidak langsung sejumlah Rp 3 miliiar, melainkan dilakukan secara bertahap sementara evaluasi tetap berlangsung.

“Jadi bertahap dievaluasi kalau terus berkembang, oke bisa sampai dioptimalkan,” ujar Kristian.

Kristian mengatakan bahwa Koperasi Desa Merah Putih bukanlah solusi yang instan, tetapi wadah potensial bagi revitalisasi ekonomi kerakyatan jika diimplementasikan dengan prinsip desentralisasi yang terukur dan memperhatikan kearifan lokal. “Kearifan lokal yang mungkin sudah dirintis oleh banyak orang yang mendampingi masyarakat di desa, mereka bikin koperasi, nanti dicaplok, tidak sejalan dengan semangat ini,” kata dia.

Kristian mengungkapkan teknologi sebagai sarana untuk menciptakan sistem yang berkeadilan, bukan digunakan sebagai tujuan utama. Menurutnya, revitalisasi koperasi adalah keseimbangan antara upaya memodernisasi peradaban manusia di bidang ekonomi dalam kontekstualisasi perkembangan zaman, serta loyalitas terhadap karakteristik gotong royong dan kekeluargaan.

“Jadi, keseimbangan yang perlu diperhatikan. Maka dari itu kan tadi salah satu kendalanya orientasi profit dan kekeluargaan. Nah, ini nanti peran pengurus, sistem yang terbentuk itu harus kondusif untuk menciptakan keseimbangan tersebut,” pungkasnya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |