JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, akhirnya divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam kasus korupsi impor gula. Ia dijatuhi hukuman penjara selama 4 tahun 6 bulan dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam sidang yang digelar pada Jumat (18/7/2025), Majelis Hakim menyatakan Tom terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama hingga menimbulkan kerugian negara mencapai Rp194,72 miliar.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan dan pidana denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan,” kata ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika dalam amar putusan.
Putusan itu jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut Tom dengan pidana 7 tahun penjara. Namun, jumlah denda yang dikenakan tetap sama.
Yang menarik, Tom Lembong menyebut vonis tersebut janggal dan tidak mencerminkan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan. Ia menilai isi putusan Majelis Hakim cenderung hanya menyalin dakwaan jaksa.
“Majelis vonisnya seperti copy-paste (dakwaan jaksa),” ujar Tom usai sidang.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa putusan tersebut sama sekali tidak menunjukkan adanya niat jahat atau unsur mens rea dalam dirinya.
“Yang pertama paling penting adalah, majelis hakim tidak menyatakan adanya niat jahat dari saya, tidak adanya mens rea,” tegasnya.
Dalam pertimbangan vonis, hakim menyebutkan bahwa kebijakan Tom sebagai Menteri Perdagangan pada 2015–2016 telah menyebabkan kerugian negara karena memberikan izin impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa koordinasi lintas kementerian dan tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian.
Padahal, perusahaan yang diberi izin bukanlah pengolah gula konsumsi, melainkan pabrik gula rafinasi yang tidak seharusnya memproduksi gula kristal putih untuk pasar umum.
Selain itu, hakim menilai Tom tidak menunjuk BUMN untuk menjaga stabilitas dan ketersediaan gula di pasaran, tetapi justru memberikan peran kepada koperasi-koperasi seperti Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, dan SKKP TNI/Polri.
Ada tiga poin utama yang dianggap memberatkan vonis Tom Lembong. Pertama, orientasi kebijakan impornya dinilai terlalu condong ke arah ekonomi kapitalis dan tidak mencerminkan prinsip ekonomi Pancasila. Kedua, ia dianggap tidak mengedepankan asas kepastian hukum dan akuntabilitas dalam pengambilan kebijakan. Ketiga, Tom dinilai gagal memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan gula kristal putih dengan harga yang stabil dan terjangkau.
Di sisi lain, Majelis Hakim juga menyebut beberapa hal meringankan. Tom belum pernah dihukum, tidak menerima keuntungan pribadi dari kasus ini, bersikap sopan, serta kooperatif selama menjalani persidangan.
“Selain itu telah ada pula penitipan sejumlah uang kepada Kejaksaan Agung saat penyidikan sebagai pengganti kerugian negara,” kata Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika.
Meski tidak diminta membayar uang pengganti, hakim tetap menyatakan Tom telah melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa sebelumnya menyebut bahwa total kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp578,1 miliar. Dari angka tersebut, Tom disebut bertanggung jawab atas Rp515 miliar, yang berasal dari pemberian izin impor tanpa prosedur hukum yang sah.
Menanggapi vonis tersebut, Tom menyatakan akan berkonsultasi dengan tim penasihat hukumnya untuk menentukan langkah hukum berikutnya.
“Tentunya peraturan memberikan kami sebagai terdakwa 7 hari (untuk) memutuskan apakah langkah berikut dari penasihat hukum kami,” ucapnya.
Kuasa hukum Tom, Ari Yusuf Amir, juga menyuarakan keprihatinan mendalam atas vonis tersebut. Ia menilai putusan itu bisa menciptakan efek domino yang berbahaya bagi para pengambil kebijakan di pemerintahan.
“Jadi keputusan ini kalau tidak ditinjau ulang bahaya, bahaya sekali bagi semua pejabat negara, bagi semua menteri. Ketika lima–sepuluh tahun mendatang mereka mengambil kebijakan-kebijakan saat ini, maka mereka siap-siap akan terkena perkara korupsi. Itu bahaya sekali,” katanya dalam konferensi pers usai sidang.
Ari juga menyoroti logika hukum putusan tersebut yang mengaitkan keuntungan swasta dengan kerugian negara.
“Sekarang persoalannya kalau seorang swasta mendapatkan keuntungan, apakah itu yang menyebabkan kerugian negara? Itu sah-sah saja. Mana ada swasta berusaha untuk tidak mendapatkan keuntungan tentunya,” tambah Ari.
Tom sendiri dalam pembelaannya sebelumnya mengklaim bahwa kebijakan impor gula yang ia jalankan dilakukan atas arahan Presiden Joko Widodo, dan sudah melalui koordinasi lintas kementerian.
Namun, hakim menyatakan bahwa sebagian keterangan dalam persidangan, termasuk dari mantan Menteri BUMN Rini Soemarno, tidak dapat dipertimbangkan karena ketidakhadiran Rini dianggap tanpa alasan yang sah.
Persidangan ini pun menyisakan tanda tanya, apakah vonis terhadap Tom akan membuka pintu kriminalisasi kebijakan di masa depan atau justru menjadi preseden untuk penegakan hukum lebih tegas terhadap pejabat negara. [*] Berbagai sumber
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.