Hari ke-730 di Gaza, Kehancuran Total dan Krisis Akses Bantuan Jadi Perhatian

2 hours ago 8

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sudah berlangsung 730 hari gelombang kekerasan besar dilakukan Israel sejak 7 Oktober 2023, kehidupan di Gaza berubah menjadi rangkaian kehancuran dan kesedihan yang tidak henti. Apa yang dimulai sebagai serangan berskala besar dan respons militer bereskalasi menjadi krisis kemanusiaan yang melumpuhkan, keluarga yang tercerai-berai, kota-kota yang runtuh, layanan kesehatan yang hancur, dan jutaan orang hidup dalam ketidakpastian sehari-hari.

Deputi Direktur Corporate Secretary Dompet Dhuafa, Dian Mulyadi mengatakan, secara angka, laporan-laporan yang berbeda menyajikan gambaran mengerikan namun konsisten, jumlah korban wafat di Jalur Gaza telah dilaporkan dalam kisaran puluhan ribu. 

Berbagai sumber internasional dan lokal menempatkan total korban wafat antara sekitar 60.000 sampai lebih dari 69.000 jiwa sejak 7 Oktober 2023. Sementara korban terluka sekitar 168.000 hingga 170.000 orang, mencapai sebagian besar populasi Gaza. Angka-angka ini diambil dari catatan Kementerian Kesehatan setempat, laporan OCHA, dan jurnalis internasional yang memantau situasi.

"Reruntuhan fisik terlihat di mana-mana. Kota-kota seperti Gaza, Khan Younis, dan Rafah melaporkan kawasan permukimannya hancur total, blok apartemen, pasar, sekolah, dan fasilitas publik berubah menjadi puing," kata Dian kepada Republika, Rabu (8/11/2025)

Ia menambahkan, sistem listrik, jaringan air, dan infrastruktur sanitasi mengalami kerusakan berat, sehingga menimbulkan krisis kesehatan tambahan. Rumah sakit kekurangan bahan bakar, obat-obatan, dan alat medis, sementara banyak fasilitas kesehatan sendiri yang rusak atau ditutup. 

Organisasi PBB dan badan kemanusiaan internasional terus mendokumentasikan tekanan ekstrem pada layanan dasar dan akses yang sangat terbatas untuk bantuan. Di tengah kehancuran itu terdapat tragedi penyanderaan dan hilangnya orang yang menambah penderitaan keluarga. Puluhan warga Israel masih dipandang sebagai sandera di Gaza sejak serangan 7 Oktober 2023. 

"Laporan-laporan dalam periode dua tahun menunjukkan ada puluhan orang yang masih belum kembali ke keluarga mereka, sementara banyak nama lainnya dikonfirmasi wafat atau hilang. Isu ini terus menjadi fokus negosiasi dan tekanan diplomatik internasional," ujar Dian.

Dian mengungkapkan bahwa korban jiwa bukan hanya warga sipil, tetapi juga para pekerja kemanusiaan yang menanggung risiko tinggi. UNRWA dan badan-badan kemanusiaan melaporkan ratusan pekerja tersebut wafat saat bertugas di Gaza, termasuk staf dan relawan yang berusaha menjaga aliran bantuan ke komunitas yang paling rentan. Kehilangan tenaga kemanusiaan semakin memperlemah kapasitas distribusi bantuan di lapangan.

Peran Dompet Dhuafa sebagai Lembaga Kemanusiaan Global

Dian mengatakan, di tengah bencana kemanusiaan Gaza, organisasi-organisasi kemanusiaan internasional dan nasional bekerja melalui berbagai saluran untuk memberi bantuan distribusi makanan minuman, layanan medis darurat, ambulans, trauma healing, psikososial penyintas, program kurban, penyaluran daging, pengiriman bahan kebutuhan pokok, serta advokasi dan pengiriman relawan kemanusiaan serta penggalangan dana global. 

Organisasi kemanusiaan di Indonesia seperti Dompet Dhuafa telah aktif melakukan inisiatif kemanusiaan untuk Palestina sejak awal terjadinya bencana kemanusiaan. Dompet Dhuafa juga mendokumentasikan pengiriman bantuan medis dan aksi-aksi kemanusiaan lain yang disalurkan lewat mitra di wilayah terdampak.

"Dompet Dhuafa juga melakukan kerja sama lintas-organisasi dengan berbagai LSM lokal dan jaringan mitra internasional untuk akses langsung ke penerima manfaat," ujar Dian.

Dian menambahkan, tapi kenyataannya di lapangan sangat sulit. Akses yang tidak stabil, risiko serangan terhadap titik distribusi, dan hambatan logistik, membuat sebagian besar bantuan sulit mencapai mereka yang paling membutuhkan. Laporan OCHA dan badan-badan PBB berkali-kali menekankan kebutuhan untuk koridor aman dan perlindungan terhadap warga sipil serta pekerja bantuan.

Ia mengatakan, angka-angka dan data di atas dapat memberi gambaran luas, tetapi di balik setiap statistik ada keluarga yang kehilangan rumah, anak-anak tanpa sekolah, orang tua yang kehilangan anak, dan relawan yang terus berusaha menahan gelombang penderitaan. Pada hari ke-730 ini, konflik masih meninggalkan bekas luka mendalam. 

"Respons kemanusiaan, baik oleh organisasi internasional maupun lembaga seperti Dompet Dhuafa, tetap menjadi napas kecil yang menolong jutaan nyawa agar terus bertahan," ujarnya.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |