Marak  Kasus, Guru Besar UGM Desak Perombakan MBG: Serahkan ke Kantin Sekolah, Menu Lebih Segar dan Mudah Dikontrol

1 hour ago 5
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. R. Agus Sartono | ugm.ac.id

YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sudah berjalan hampir setahun dinilai belum menyentuh tujuan utamanya. Alih-alih memperbaiki gizi anak, pelaksanaannya justru menuai polemik mulai dari menu yang monoton, kualitas makanan yang diragukan, hingga kasus keracunan yang menelan korban jiwa.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. R. Agus Sartono, menyebut akar masalah MBG terletak pada pola distribusi yang berbelit. Menurutnya, konsep saat ini lebih banyak menguntungkan pengusaha besar dibanding benar-benar berpihak pada anak didik.

“Kalau melihat praktik negara maju, program semacam ini sebaiknya dikelola oleh kantin sekolah. Dengan begitu makanan bisa disajikan segar, tidak basi, dan lebih terkontrol. Sekolah bersama komite sekolah sebenarnya mampu mengelolanya,” ujarnya, Jumat (3/10/2025).

Agus menambahkan, jika sekolah diberi kewenangan penuh, dana Rp 15.000 per porsi bisa terserap utuh untuk anak. Sementara sistem yang berlaku saat ini, melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), membuat nilai yang benar-benar sampai ke siswa hanya sekitar Rp 7.000 per porsi.

“Dengan melibatkan UMKM sekitar sekolah, perputaran ekonomi juga akan hidup. Alternatif lainnya, dana bisa disalurkan langsung ke siswa seperti mekanisme Kartu Indonesia Pintar (KIP). Orang tua diberi peran menyiapkan bekal anak, dan sekolah tinggal mengawasi,” jelasnya.

Menurut perhitungannya, margin keuntungan yang dipetik penyedia besar mencapai angka fantastis. Jika margin Rp 2.000 per porsi dan satu penyedia melayani 3.000 porsi per hari, maka keuntungan bisa menembus Rp 1,8 miliar per tahun. Skala nasional, kebocoran itu disebutnya bisa mencapai Rp 33,3 triliun.

Agus menegaskan, perbaikan sistem tidak boleh ditunda. Ia mengajak pemerintah memangkas rantai distribusi agar program MBG benar-benar sampai ke anak didik, bukan menjadi ladang rente.

“Jadikan MBG betul-betul makan bergizi gratis bagi siswa, bukan ajang mencari untung,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan skala program ini sangat besar. Dengan target 55 juta siswa di lebih dari 329.000 satuan pendidikan dan 20.000 pesantren, kebutuhan dana MBG mencapai Rp 247,95 triliun per tahun. Jumlah ini bahkan jauh di atas alokasi dana desa 2025 yang hanya Rp 71 triliun.

“Implementasi program dengan anggaran sebesar itu menuntut tata kelola yang benar-benar efektif. Jika tidak, yang muncul hanya masalah baru,” pungkasnya. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |