REPUBLIKA.CO.ID, WAHINGTON -- Presiden AS Donald Trump menetapkan Ahad (5/10/2025) sebagai tenggat bagi Hamas agar menerima proposal gencatan senjata dan pertukaran sandera. Seperti dilaporkan Anadolu, Trump menyebut proposalnya itu sebagai 'kesempatan terakhir' bagi pejuang Palestina.
Pada Jumat (3/10/2025), Trump lewat Truth Social mengatakan, Hamas harus menerima kesepakatan pada pukul 14:00 Waktu Timur AS atau 22:00 GMT pada Ahad, sambil menegaskan bahwa, jika Hamas menolak maka, "Neraka, yang siapapun tidak pernah melihat sebelumnya, akan meletus melawan Hamas."
"Sebagai retribusi serangan 7 Oktober (2023) terhadap warga sipil, lebih dari 25 ribu 'prajurit' Hamas telah terbunuh. Kebanyakan sisanya terkepung dan terjebak secara militer, tinggal menunggu bagi saya untk memberikan instruksi 'laksanakan' untuk mempercepat hidup mereka dilenyapkan," kata Trump.
"Bagi (Hamas) yang tersisa, kami tahu di mana dan siapa Anda, dan Anda akan diburu, dan dibunuh. Saya meminta semua warga tak bersalah Palestina sgera meninggalkan area dengan potensi kematian masa depan ke bagian lain yang aman di Gaza. Semua orang yang menunggu bantuan akan diurus dengan baik," Trump menambahkan.
Trump tidak menyebutkan spesifik area mana yang dimaksudnya sebagai wilayah dengan potensi kematian besar. Namun, diketahui Israel belakangan meningkatkan serangan di Gaza City.
PBB pada Kamis (2/10/2025) mengatakan, lebih dari 417 ribu orang telah mengunsi dari utara Gaza sejak pertengahan Agustus. PBB meningatkan akan kondisi parah dan tidak aman di bagian selatan, di mana warga sipil telah diberi tahu untuk pindah oleh tentara Israel.
"Peperangan terus terjadi di Gaza City, Akses ke utara sangat sulit. Dibutuhkan upaya kemanusiaan tak terganggu, namun banyak pegiat kemanusiaan yang dipaksa menghentikan operasionalnya," kata Kepala Pemulihan PBB Tom Fletcher lewat media sosial X.
Jalur Gaza, rumah bagi 2,4 juta warga Palestina, telah diblokade Israel selama 18 tahun terakhir. Pengetatan blokade ditingkatkan oleh rezim Zionis pada Maret lalu saat Israel menutup pintu-pintu perlintasan perbatasan dan memblokir aliran masuk bantuan makanan dan obat-obatan yang mendorong Gaza pada bencana kelaparan.
Sejak Oktober 2023, bombardir Israel di Gaza telah membunuh 63 ribu warga Palestina, yang kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak. PBB dan kelompok HAM berulang kali telah mengingatkan bahwa Jalur Gaza sedang dibuat tak bisa dihuni, dengan kelaparan dan penyakit menyebar dengan cepatnya di tengah meluasnya pengungsian.