Donasi Rp1.000 Per Hari: Pengamat Nilai Seperti 'Pungli' yang Diformalkan, KDM Sebut Sukarela

2 hours ago 6

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi membuat gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) untuk meminta sumbangan Rp 1.000 setiap harinya dari masyarakat. Kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu). 

Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah, menilai gerakan itu sebagai bentuk pungutan liar (pungli) yang diformalkan oleh pemerintah. Pasalnya, kebijakan itu dibuat tanpa adanya konsultasi dengan publik. Besaran nilai uang Rp1.000 yang diminta pun tidak jelas dasar hukumnya. Tak hanya itu, penggunaan hasil sumbangan itu juga belum jelas.

"Ujung-ujungnya cuma itu pungli, kan, pungli yang diformalkan. Penggunaannya, manfaatnya, belum jelas," kata dia saat dihubungi Republika, Senin (6/10/2025).

Trubus menilai, pemerintah tidak bisa meminta sumbangan kepada masyarakat. Meski bersifat sukarela, hal itu tidak berhak dilakukan oleh pemerintah. Pasalnya, rakyat telah membayar pajak, juga memberikan retribusi, kepada pemerintah untuk mengurus permasalahan sosial.

Apalagi, kebijakan yang dibuat oleh Dedi Mulyadi itu dibuat hanya berdasarkan SE. Meski SE itu mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP), publik tidak dilibatkan dalam pembuatan kebijakan yang dinilai bakal memberatkan masyarakat tersebut.

"Kalaupun mau Pemprov (Jabar) seperti itu, ya harus diputuskan dengan DPRD-nya. Nanti minta pertimbangan ke pusat, ke DPR dulu, Pak. Boleh nggak itu?" kata dia.

Trubus menambahkan, kebijakan yang dibuat oleh Gubernur Jabar itu berpotensi diikuti oleh pemerintah daerah (pemda) lainnya. Ketika itu terjadi, otomatis beban kepada masyarakat akan meningkat.

Karena itu, ia menilai, pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) perlu menegur Gubernur Jabar. Pasalnya, kebijakan yang dibuat politisi Partai Gerindra itu bukanlah sebuah inovasi, melainkan bentuk eksploitasi kepada masyarakat.

"Perlu Mendagri memanggil, menegur. Karena kan ujung-ujungnya itu menjadi kegaduhan, menjadi ini.

sumber : Antara

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |