REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) menyampaikan perkembangan penting terkait kiprah Indonesia dalam forum International Civil Aviation Organization (ICAO), khususnya pada agenda pengurangan emisi melalui penggunaan Sustainable Aviation Fuel (SAF) dengan mengajukan perhitungan nilai default LCA (Core LCA Default Value) untuk SAF berbahan baku Palm Oil Mill Effluent (POME). Direktur Jenderal Perhubungan Udara Lukman F Laisa menyampaikan penggunaan SAF bagi penerbangan internasional telah menjadi prioritas ICAO dalam upaya menurunkan emisi CO₂ di sektor penerbangan internasional melalui program Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA).
"Indonesia sebagai negara anggota ICAO berkomitmen untuk menjadi salah satu produsen utama SAF mengingat besarnya potensi bahan baku (feedstock) yang kita miliki oleh karena itu kita mengusulkan perhitungan nilai default LCA," ujar Lukman dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Dalam proses pengajuan perhitungan nilai default LCA tersebut, lanjut Lukman, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri. Selain itu, untuk teknisnya didukung oleh dua mitra kerja yaitu Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS), organisasi nonprofit yang mempromosikan keberlanjutan minyak kelapa sawit Indonesia, dan PT Tripatra yang merupakan perusahaan swasta bergerak di bidang engineering dan energi.
Lukman menjelaskan POME merupakan residu atau sisa dari proses produksi crude palm oil (CPO). Ia menyebut POME termasuk dalam kategori residu pada daftar positive list ICAO, sehingga SAF berbahan baku POME memiliki potensi penurunan emisi yang besar dan sangat kompetitif dibanding SAF dari bahan baku lain.
"Pada Januari 2025, Kemenhub melalui Indonesia CAEP Member selaku wakil Indonesia pada ICAO-CAEP telah mengajukan perhitungan nilai LCA Default Value untuk SAF berbahan baku POME," ucap Lukman.
Setelah melalui proses penilaian teknis di CAEP, Lukman menyampaikan ICAO Council pada akhir November 2025 resmi menyetujui dan menerbitkan nilai LCA Default Value tersebut yang ditetapkan sebesar 18,1 gram CO₂/MJ sebagaimana tercantum dalam dokumen ICAO CORSIA Default Life Cycle Emissions Values for CORSIA Eligible Fuels tabel dua pada kategori HEFA Conversion Process.
Lukman juga menyampaikan pencapaian ini merupakan langkah strategis bagi percepatan produksi SAF nasional.
"Persetujuan ICAO ini menegaskan POME secara resmi diakui sebagai bahan baku SAF dengan nilai emisi yang sangat kompetitif, mampu memberikan emission saving hingga 80 persen dibandingkan bahan bakar fosil. Ini adalah momentum besar bagi Indonesia untuk memasuki pasar SAF global," lanjut dia.
Lukman mengatakan proses pengajuan nilai default LCA ini telah melalui tahapan teknis panjang, termasuk perbandingan perhitungan dengan International Independent Expert dari University of Hasselt, Belgia, serta verifikasi oleh Joint Research Centre European Commission. Seluruh proses tersebut dipresentasikan dan disetujui pada berbagai tingkatan pembahasan di CAEP hingga mendapatkan persetujuan final dari ICAO Council.
"Kami berterima kasih atas dukungan Kementerian Luar Negeri serta kontribusi teknis dari IPOSS dan PT Tripatra. Upaya lintas institusi ini menunjukkan komitmen kuat Indonesia dalam memperjuangkan posisi nasional di forum internasional," sambungnya.
Meski demikian, Lukman menegaskan masih terdapat tahapan penting yang perlu ditindaklanjuti agar produksi SAF berbahan baku POME dapat terealisasi secara konsisten di dalam negeri. Salah satu prioritas utama adalah memastikan ketersediaan bahan baku POME yang mencukupi dan memiliki traceability yang baik sehingga industri SAF nasional dapat memperoleh manfaat nilai tambah secara optimal.
“Kami mengharapkan dukungan berkelanjutan dari pemerintah pusat dan daerah, BUMN, pelaku industri, asosiasi, swasta nasional, serta sektor penerbangan. Kolaborasi diperlukan dalam bentuk kebijakan, regulasi, insentif, investasi, hingga penyediaan fasilitas pendukung. Dengan langkah bersama, Indonesia memiliki peluang besar menjadi produsen SAF yang kompetitif di kawasan," kata Lukman.

2 hours ago
11
















































