TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan seorang ketua buzzer menjadi tersangka dalam kasus dugaan perintangan penanganan tiga perkara yaitu ekspor CPO, tata niaga komoditas timah, dan importasi gula atas nama Tom Lembong.
“Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menetapkan satu orang tersangka berinisial MAM (M Adhiya Muzakki) selaku ketua tim Cyber Army,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu malam, 7 Mei 2025, seperti dikutip Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus ini masih ada kaitannya dengan penetapan tersangka terhadap pengacara MS (Marcella Santoso) JS (Junaedi Saibih) selaku advokat dan dosen; serta Direktur Pemberitaan JAKTV TB (Tian Bahtiar).
Kejaksaan Agung menuduh Adhiya Muzakki) bersama Marcella, Junaedi dan Tian bermufakat untuk merintangi penanganan tiga perkara yang sedang mereka tangani yaitu dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil atau CPO dan turunannya, tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk, dan importasi gula dengan tersangka Tom Lembong.
Kronologi kejadian ini, menurut Kejagung, bermula dari kesepakatan keempat tersangka untuk membuat berita dan konten negatif tentang penanganan kasus tersebut.
“Tersangka Adhiya Muzakki dan tersangka Tian bersepakat dengan tersangka Marcella dan tersangka Junaedi untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara a quo di tingkat penyidikan, penuntutan, dan persidangan,” kata Qohar.
Adhiya Muzakki, kata dia, atas permintaan Marcella, membuat tim Cyber Army untuk menyebarkan narasi negatif tersebut di media sosial.
“MAM membagi tim tersebut menjadi lima, yaitu tim Mustafa I, Mustafa II, Mustafa III, Mustafa IV, dan Mustafa V dengan anggota tim berjumlah sekitar 150 orang buzzer,” katanya.
Satu orang pendengung, ujar Qohar, mendapatkan bayaran sebesar Rp1,5 juta dari Adhiya Muzakki untuk merespons dan memberikan komentar negatif terhadap berita serta konten negatif yang dibuat oleh TB tentang penanganan ketiga perkara tersebut.
Selain itu, Adhiya Muzakki membuat video, konten, komentar negatif berisi penyataan Marcella dan Junaedi selaku advokat, yang menyebut bahwa metodologi penghitungan kerugian keuangan negara oleh ahli yang dihadirkan Kejagung adalah tidak benar, menyesatkan, dan telah merugikan hak para tersangka ataupun terdakwa.
Video tersebut kemudian diunggah ke dalam platform media sosial TikTok, Instagram, dan Twitter
“Termasuk mereka juga mengerahkan 150 orang buzzer untuk membenarkan isi video komentar negatif yang ditujukan kepada penyidikan, penuntutan perkara yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung baik di TikTok, Instagram, maupun Twitter yang telah dibuat oleh MAM maupun TB,” kata Qohar.
Kejagung menuduh Adhiya Muzakki menghilangkan barang bukti berupa ponsel yang berisi percakapan dengan MS dan JS mengenai video konten negatif di media sosial.
Qohar mengatakan upaya perintangan tersebut dilakukan untuk membentuk opini negatif terhadap penyidik serta pimpinan Kejagung kepada masyarakat dan mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan agar perkara tersebut menjadi gagal atau tidak terbukti.
Atas perannya sebagai ketua buzzer, Kejagung menyebutkan Adhiya Muzakki memperoleh uang sebesar Rp697,5 juta dan Rp167 juta dari Marcella melalui seorang staf di bagian keuangan Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF).
“Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp864.500.000,” kata Qohar.
Adhiya Muzakki disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1991 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Usai ditetapkan sebagai, tersangka Adhiya Muzakki ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.
Sejauh ini belum ada pernyataan dari pihak Adhiya Muzakki mengenai tudingan Kejaksaan Agung itu. Ketika dibawa dari ruang pemeriksaan ke mobil tahanan, ia tidak memberi pernyataan.
Begitu juga dengan tiga tersangka lain. Marcella selain dalam kasus dugaan perintangan penyidikan ini, juga menjadi tersangka kasus suap terhadap hakim yang menangani sidang dugaan korupsi ekspor CPO, serta tindak pidana pencucian uang.