Giliran Raksasa Tekstil Bandung Tumbang! PT SBAT Resmi Pailit Susul Sritex  

1 week ago 14
Ilustrasi palu hakim - pixabay

BANDUNG, JOGLOSEMARNEWS.COM Industri tekstil tanah air kembali terguncang. Setelah PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) lebih dulu kolaps, kini giliran PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk (SRBT/SBAT) asal Bandung yang resmi diputus pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Putusan pailit tersebut tertuang dalam Nomor 3/Pdt.SusPKPU/2025/PN Jkt. Pst pada 3 September 2025. Dengan keluarnya putusan ini, masa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) resmi berakhir, dan seluruh aset SBAT kini berada di bawah kendali kurator yang ditunjuk pengadilan.

Manajemen SBAT menyatakan tidak akan menempuh jalur hukum untuk menggugat balik putusan tersebut. Seluruh aset yang dimiliki perusahaan telah diserahkan kepada kurator untuk selanjutnya dilakukan proses pelelangan demi membayar kewajiban kepada para kreditur. “PT SBAT tidak melakukan upaya hukum apa pun atas keputusan pailit. Saat ini seluruh aset perseroan berada dalam penguasaan kurator,” tulis manajemen dalam keterbukaan informasi.

Proses hukum ini sebenarnya berawal sejak Oktober 2024, ketika dua perusahaan dan satu individu menggugat SBAT terkait PKPU. Ketiganya adalah PT Hengsheng Plastic International, Lukman Dalton, dan PT Putratama Satya Bhakti. Mereka mengajukan gugatan terpisah dengan tiga nomor perkara yang berbeda.

Sejak pertengahan 2024, SBAT memang dilaporkan sudah tidak lagi beroperasi normal. Pengendali perusahaan Tan Heng Lok mengakui operasional pabrik terhenti sejak Juli 2024. Dengan berhentinya produksi, kondisi keuangan perusahaan kian tertekan hingga akhirnya tidak mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur.

Majelis hakim menunjuk Joko Dwi Atmoko sebagai hakim pengawas, serta menetapkan Asri, Syafrullah Alamsyah, dan Irwandi Husni sebagai kurator pailit. Imbalan jasa kurator akan ditentukan kemudian setelah mereka menyelesaikan tugasnya.

Di sisi kepemilikan saham, SBAT merupakan emiten tekstil yang cukup unik karena memiliki campuran kepemilikan swasta dan negara. Pengusaha Tan Heng Lok menguasai sekitar 34,48 persen saham, sementara PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) atau INTI, sebuah BUMN, memiliki 13,99 persen saham. Sisanya, sekitar 51,52 persen dimiliki publik.

Manajemen menyatakan akan berkoordinasi dengan kurator untuk memprioritaskan perlindungan kepentingan para pemegang saham publik. “Perseroan akan membicarakan hal ini kepada kurator terkait kepentingan pemegang saham masyarakat (publik),” ungkap manajemen.

Dengan jatuhnya SBAT, industri tekstil di Bandung kembali kehilangan salah satu pemain besar setelah sebelumnya Sritex tutup pabrik pada Maret 2025. Banyak pihak menilai kejadian ini sebagai peringatan keras bagi industri tekstil nasional yang tengah menghadapi tekanan global, naiknya harga bahan baku, serta persaingan produk impor. [*] Disarikan dari sumber berita media daring

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |