(Beritadaerah – Gorontalo) Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail, menyoroti berbagai permasalahan dalam mekanisme perdagangan komoditas jagung saat menghadiri Rapat Paripurna DPRD ke-21 pada Senin (28/4). Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Gusnar mengungkapkan bahwa saat ini perdagangan jagung di Gorontalo melibatkan tiga aktor utama, yaitu tengkulak, pengusaha silo, dan Perum Bulog.
Gubernur menjelaskan bahwa meskipun kehadiran Bulog dengan membawa harga dasar pemerintah sebesar Rp5.500 per kilogram diharapkan mampu menstabilkan harga jagung, keterbatasan daya serap akibat alokasi anggaran dari pemerintah pusat yang terbatas membuat upaya tersebut belum berjalan optimal.
“Karena keterbatasan anggaran, Bulog hanya mampu membeli jagung dalam jumlah terbatas, sehingga petani tetap harus menjual hasil panennya ke pengusaha silo,” ujar Gusnar.
Selain itu, Gusnar juga menyoroti persoalan terkait penentuan kadar air jagung di silo-silo yang hingga kini belum dapat dikendalikan pemerintah. Ia menjelaskan bahwa kadar air yang tinggi kerap dijadikan alasan untuk menurunkan harga jual, sehingga merugikan para petani yang sudah mengeluarkan biaya besar untuk produksi dan pengangkutan.
Di luar aspek harga, Gubernur Gusnar juga menambahkan bahwa sebagian besar petani jagung di Gorontalo bekerja di lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil, di mana dua pertiga hasil panen diberikan kepada petani, dan sepertiga sisanya kepada pemilik lahan. Kondisi ini menyebabkan berbagai bentuk bantuan pemerintah, seperti subsidi benih unggul, tidak sepenuhnya dirasakan oleh petani penggarap.
“Kita belum sepenuhnya menyadari bahwa banyak petani kita terikat dalam sistem bagi hasil seperti ini. Ketika kita intervensi dengan bantuan benih berkualitas, hasilnya memang bagus, tetapi sepertiga hasilnya masuk ke pemilik lahan,” jelas Gusnar.
Ia menegaskan bahwa perlu ada perbaikan dalam mekanisme bantuan agar intervensi pemerintah benar-benar menyasar petani yang secara langsung mengelola lahan.
“Ini telah menjadi perhatian kami dan akan kami tangani, agar seluruh bentuk intervensi pemerintah fokus kepada para petani, bukan kepada pemilik lahan,” tegas Gubernur Gusnar.