JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pemerintah memastikan insentif bagi guru yang ditugaskan sebagai penanggung jawab program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah bakal segera difinalisasi lewat Peraturan Presiden (Perpres).
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyampaikan bahwa detail teknis baru bisa dijalankan setelah regulasi resmi diterbitkan.
“Soal insentif sudah disiapkan, tapi kita tunggu dulu Perpresnya keluar. Baru nanti bisa dijalankan sesuai aturan,” ujarnya usai menghadiri pertemuan di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
Skema honorarium yang dimaksud merujuk pada Surat Edaran Badan Gizi Nasional (BGN) Nomor 5 Tahun 2025. Dalam ketentuan tersebut, sekolah penerima manfaat MBG diwajibkan menunjuk 1 sampai 3 guru sebagai penanggung jawab, dengan insentif Rp 100.000 per hari penugasan. Mekanisme pencairan dirancang setiap 10 hari sekali, dan kepala sekolah diberi kewenangan untuk menentukan nama-nama guru yang bertugas, dengan prioritas pada guru honorer atau guru bantu.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menegaskan bahwa insentif tersebut tidak semata bersifat finansial, tetapi juga bentuk penghargaan negara terhadap peran guru. “Kami minta Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memastikan dana insentif ini benar-benar sampai ke guru yang bertugas,” ujarnya.
Meski demikian, kebijakan ini menuai penolakan dari kalangan guru. Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyatakan keberatan atas penugasan guru menjadi pengelola teknis MBG di sekolah. Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, menilai keterlibatan guru dalam distribusi makanan mengganggu fungsi utama mereka sebagai pendidik.
“Guru dituntut merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Tugas tambahan yang diatur undang-undang pun berkaitan dengan kegiatan akademik atau manajerial di sekolah, bukan mengawasi pembagian makanan,” ungkapnya.
Menurut Iman, pelibatan guru dalam MBG justru menambah beban yang tidak sesuai regulasi. Sebelum dibagikan, guru bahkan diminta mencicipi makanan untuk memastikan kualitas, lalu mengawasi siswa agar segera mengonsumsi, hingga membereskan sisa makanan. “Itu jelas di luar beban kerja guru sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,” tegasnya.
Ia menambahkan, sebelum adanya MBG pun pekerjaan guru sudah cukup berat. Karena itu, P2G meminta pemerintah meninjau ulang mekanisme pelibatan guru dan mencari alternatif lain agar distribusi makanan bergizi tetap berjalan tanpa mengorbankan proses belajar mengajar.
Dengan posisi pemerintah yang tengah menyiapkan payung hukum insentif, dan penolakan dari organisasi profesi guru yang menilai beban kerja bertambah, arah kebijakan MBG diperkirakan masih akan menimbulkan perdebatan dalam waktu dekat. [*] Disarikan dari sumber berita media daring
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.