JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kehadiran personel TNI di kampus sampai sekarang masih menimbulkan kontroversi. Meski kerap hadir dalam berbagai kegiatan akademik, keberadaan prajurit berseragam di lingkungan kampus memicu kekhawatiran sejumlah pihak soal potensi intimidasi dan intervensi militer terhadap kebebasan berpikir mahasiswa.
Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) membantah tudingan tersebut. Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayor Jenderal Kristomei Sianturi, menegaskan bahwa prajurit yang hadir di kampus tidak membawa misi politik ataupun pengawasan terhadap kegiatan mahasiswa.
“Kehadiran prajurit di kampus tak berkaitan dengan pengesahan UU TNI,” ujarnya dalam pernyataan tertulis, Sabtu (19/4/2025).
Kristomei mencontohkan kehadiran Kolonel Ronald Sumendap dari Kodam IX/Udayana dalam sebuah diskusi RUU TNI di Universitas Udayana pada 25 Maret 2025. Menurutnya, kehadiran itu murni atas undangan dan untuk meluruskan berbagai pemahaman yang keliru soal rancangan undang-undang yang sedang dibahas.
“Diskusi itu wadah bertukar pikiran. Apa salahnya jika prajurit juga menjelaskan perspektifnya?” ujar Kristomei.
Namun pernyataan itu justru dipertanyakan oleh Ketua BEM FISIP Universitas Udayana, I Gede Eka Nugraha Baskara Putra. Ia menegaskan, panitia sama sekali tidak mengundang pihak TNI sebagai pemateri.
“Yang kami undang adalah civitas akademika—dosen, guru besar, dan mahasiswa. Kami pun terkejut ada prajurit datang dan ikut bicara di forum,” kata Eka.
Kritik lebih tajam disampaikan Ketua YLBHI, Muhammad Isnur. Ia menilai bantahan TNI tak cukup hanya dengan pernyataan. “Jika memang tidak ada niat mengintervensi, maka semestinya TNI melarang prajuritnya hadir dalam kegiatan kampus, apa pun dalihnya,” tegas Isnur.
Menurutnya, prinsip independensi kampus sebagai ruang berpikir kritis dan bebas dari tekanan harus dijaga. Kehadiran aparat berseragam bisa menciptakan atmosfer psikologis yang tidak netral, terutama di tengah isu sensitif seperti pembahasan revisi UU TNI.
Menanggapi hal itu, Kristomei kembali menekankan bahwa Mabes TNI tak pernah memberi perintah kepada prajurit untuk mengawasi atau memantau kegiatan mahasiswa. “Tidak pernah ada tugas seperti itu,” tegasnya.
Meski demikian, silang pendapat ini mencerminkan bahwa kehadiran TNI di ruang akademik masih menjadi isu yang belum tuntas. Antara narasi kehadiran sebagai bentuk partisipasi, dan kekhawatiran akan bayang-bayang militerisme, publik tampaknya menuntut transparansi yang lebih konkret.