JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ada yang unik dalam acara halal bihalal Purnawirawan TNI AD di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (6/5/2025), yakni soal posisi duduk Presiden Prabowo Subianto yang satu meja dengan mantan Wapres, Try Sutrisno.
Pemandangan itu sontak menarik perhatian publik, terutama di tengah riuhnya wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang belakangan mencuat lewat desakan sejumlah purnawirawan TNI.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menilai kehadiran dan posisi duduk Prabowo yang berdampingan dengan Try Sutrisno bukan sekadar formalitas silaturahmi biasa. Ia menyebut, ada makna simbolik yang bisa ditafsirkan dari kehadiran keduanya, apalagi Gibran tidak tampak dalam acara tersebut.
“Formalnya sih silaturahmi, ya. Tapi tentu saja banyak peristiwa yang terjadi di dalamnya,” kata Ray pada Selasa (6/5/2025). “Kalau saya membayangkan, misalnya Wapres hadir di situ, suasananya mungkin agak beda.”
Ketiadaan Gibran dalam forum yang dihadiri para purnawirawan, menurut Ray, patut dicermati. Apalagi, dalam sambutannya, Presiden Prabowo tidak menyinggung sama sekali soal tuntutan yang sempat dilontarkan sebagian purnawirawan, salah satunya pemakzulan Gibran yang masuk dalam poin kedelapan deklarasi mereka.
“Pak Prabowo sama sekali tidak menyatakan sikap menolak atau menerima usulan pemakzulan. Posisinya masih menggantung, 50-50,” ujar Ray.
Padahal, menurutnya, Prabowo sebagai kepala negara masih bisa menyampaikan keberatannya terhadap usulan tersebut secara halus dan diplomatis. Misalnya, dengan menekankan bahwa fokus pemerintah saat ini adalah pembangunan ekonomi, bukan agenda politik tambahan.
“Kalau beliau tidak berkenan, bisa saja menyampaikan bahwa politik-politik nanti dulu, sekarang kita fokus pada ekonomi. Itu akan cukup sebagai sinyal penolakan,” ujar Ray.
Lebih jauh, Ray juga membaca simbolik dari posisi duduk Prabowo yang berdampingan langsung dengan Try Sutrisno. Dalam konteks militer, posisi semeja itu bisa dimaknai sebagai relasi senior dan junior, sekaligus sebagai gesture kehormatan.
“Posisi itu bisa dianggap sebagai bentuk penghormatan Prabowo terhadap seniornya. Tapi juga bisa dimaknai sebagai upaya untuk tidak menciptakan kesan penolakan terhadap para purnawirawan,” jelasnya.
Ray menyimpulkan bahwa pengaturan posisi duduk dan absennya pernyataan tegas dari Prabowo merupakan bentuk kompromi politik yang masih mengambang. Menurutnya, jika benar-benar ingin menolak usulan para purnawirawan, maka seharusnya ada sikap yang lebih eksplisit ditunjukkan, termasuk dalam penataan simbolik semacam itu.
“Kalau ada kehendak untuk menolak secara politis, tentu akan diatur agar beliau tidak duduk berdampingan dengan tokoh yang diketahui mendukung pemakzulan,” pungkasnya.